BAB
1
A. Latar belakang
Perawat perlu menyadari bahwa semua
tindakan keperawatan dilaksanakan dalam bentuk komunikasi (nonverbal/verbal).
Oleh karena itu, perawat mengetahui fungsi komunikasi dan sikap serta
keterampilan yang perlu dikembangkan dalam komuikasi dengan klien. Adapun
fungsi komunikasi dalam pembuatan asuhan keperawatan menurut Engel dan Morgen
(1973, dikutip dalam Cormier, dkk : 2-3) yaitu komunikasi dapat membina
hubungan saling percaya dengan klien, komunikasi dapat menetapkan peran dan
tanggungjawab antara perawat-klien, selanjutnya komunikasi juga memudahkan kita
untuk mendapat data yang tepat dan akurat dari klien. Dari fungsi yang
diuraikan, maka asuhan keperawatan tidak dapat dipisahkan dengan komunikasi
karena tiap langkah membuat asuhan keperawatan adalah dengan komunikasi
Oleh
sebab itu dalam makalah ini penulis membahas tentang komunikasi terapeutik
Dimana
akan membahas teknik komunikasi terapeutik Dengan demikian penulis membuat makalah ini dengan judul “Dimensi
respon”.
B.
Rumusan
Masalah
1.
Apa
yang dimaksud dengan Komunikasi terapeutik ?
2.
Apa yang dimaksud dengan dimensi respon ?
3.
Apa yang dimaksud dengan empati ?
4.
Apa yang dimaksud dengan kongrit ?
5.
Apa yang dimaksud dengan repek ?
6.
Apa yang dimaksud dengan kesejatian ?
C.
Tujuan
masalah
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan
Komunikasi terapeutik ?
2. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan dimensi respon
?
3. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan empati ?
4. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan kongrit ?
5. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan repek ?
6. Mengetahui
apa yang dimaksud dengan kesejatian ?
BAB
2
Komunikasi terapeutik merupakan
media dalam mengembangkan hubungan perawat-klien dan kualitas komunikasi
mempengaruhi kualitas hubungan serta efektifitas dari asuhan keperawat
(Cormier, Cormier dan Weisser, 1984 : 2).
Keadaan
stress dan cemas yang dialami klien sering tidak berhubungan dengan fasilitas
di rumah sakit, melainkan biasanya karena tidak diberitahu penyakitnya,
pertanyaan yang disepelekan, tidak mengetahui alasan dan hasil prosedur yang
dilakukan atau pengobatan. Situasi tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan
komunikasi perawat-klien. Perawat perlu menyadari diri sendiri termasuk sikap
dan caranya berkomunikasi sebelum menggunakan dirinya secara terapeutik untuk
membantu kerjasama dengan klien dalam memecahkan dan mengatasi masalah
kesehatan klien.
Perawat
perlu menyadari bahwa semua tindakan keperawatan dilaksanakan dalam bentuk
komunikasi (nonverbal/verbal). Oleh karena itu, perawat mengetahui fungsi
komunikasi dan sikap serta keterampilan yang perlu dikembangkan dalam komuikasi
dengan klien. Adapun fungsi komunikasi dalam pembuatan asuhan keperawatan
menurut Engel dan Morgen (1973, dikutip dalam Cormier, dkk : 2-3) yaitu
komunikasi dapat membina hubungan saling percaya dengan klien, komunikasi dapat
menetapkan peran dan tanggungjawab antara perawat-klien, selanjutnya komunikasi
juga memudahkan kita untuk mendapat data yang tepat dan akurat dari klien. Dari
fungsi yang diuraikan, maka asuhan keperawatan tidak dapat dipisahkan dengan
komunikasi karena tiap langkah membuat asuhan keperawatan adalah dengan
komunikasi.
Sikap perawat dalam komunikasi
Perawat
hadir secara utuh (fisik dan psikologis) pada waktu berkomunikasi dengan klien.
Perawat tidak cukup mengetahui teknik komunikasi dan isi komunikasi, tetapi
yang sangat penting adalah sikap dan penampilan komunikasi.
Kehadiran fisik, menurut Evans
(1975, dikutip dalam Kozier dan E.B, 1993 : 372) mengidentifikasi 4 sikap dan
cara utnuk menghadirkan diri secara fisik, yaitu :
1. Berhadapan : arti dari posisi ini
yaitu "saya siap untuk anda"
2. Mempertahankan kontak mata :
berarti mengahargai klien dan menyatakan keinginan untuk tetap berkomunikasi.
3. Membungkuk ke arah klien : posisi
ini menunjukkan keinginan atau mendengar sesuatu
4. Tetap rileks : dapat mengontrol
keseimbangan antara ketegangan dan relaksasi dalam merespon klien.
Sedangkan
kehadiran psikologis dapat dbagi dalam dua dimensi yaitu dimensi tindakan dan
dimensi respon (Truax, Carkhfoff dan Benerson, dikutip dalam Stuart dan
Sundeen, 1987 : 126)
Mendemostrasikan
dimensi respon
A.Dimensi respon
Dimensi
respon sangat penting pada awal berhubungan dengan klien karena berpengaruh
pada interaksi selanjutnya (Stuart,G.W.,1998).Dimensi respon ini terdiri dari
respon perawat yang ikhlas,menghargai,empati,dan konkrit.Dalam hubungan
terapeutik perawat seharusnya berespons dengan tulus ikhlas,tidak
berpura-pura,dan mengekspresikan perasaan yang sebenarnya secara spontan.Di
samping itu perawat juga harus mampu menghargai klien dengan menerima klien apa
adanya.Sikap perawat sebaiknya tidak menghakimi,tidak mengkritik,tidak mengejek
ataupun menghina.Menghargai dapat dikomunikasikan melalui duduk bersama klien
yang menangis,minta maaf atas hal yang tidak disukai klien,dan menerima
permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.
v Empati
Empati
adalah kesadaran yang objektif akan pikiran dan perasaan orang lain
(Wiseman,1996).Empati merupakan kemampuan untuk masuk dalam kehidupan klien
agar dapat merasakan pikiran dan perasaannya.Perawat memandang permasalahan
melalui kacamataklien,merasakan melalui perasaan klien dan kemudian
mengidentifikasi masalah klien serta membantu klien mengatasi masalah
tersebut.Perawat harus mampu bersikap empati bukan simpati.
Seorang. Perawat memandang melalui
pandangan klien, merasakan melalui perasaan klien dan kemudian mengidentifikasi
masalah klien serta membantu klien mengatasi masalah tersebut. Melalui
penelitian, Mansfield (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 129)
mengidentifikasi perilaku verbal dan non verbal yang menunjukkan tingkat empati
yang tinggi sebagai berikut:
• Memperkenalkan diri kepada klien.
• Kepala dan badan membungkuk ke arah klien.
• Respon verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada kekuatan dan sumber daya klien.
• Kontak mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya nada suara, gelisah, ekspresi wajah .
• Tunjukkan perhatian, minat, kehangatan, melalui ekspresi wajah.
• Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.
• Memperkenalkan diri kepada klien.
• Kepala dan badan membungkuk ke arah klien.
• Respon verbal terhadap pendapat klien, khususnya pada kekuatan dan sumber daya klien.
• Kontak mata dan berespon pada tanda non verbal klien misalnya nada suara, gelisah, ekspresi wajah .
• Tunjukkan perhatian, minat, kehangatan, melalui ekspresi wajah.
• Nada suara konsisten dengan ekspresi wajah dan respon verbal.
Simpati
adalah kesadaran atau perasaan seseorang untuk mengerti dan merasakan
perasaan,pikiran,dan tingkah laku orang lain dengan melibatkan emosi.Kenapa
perawat harus harus bersikap empati bukan simpati? Karena ketika perawat
bersikap simpati,emosinya terlibat dalam merespons klien sehingga perawat tidak
mampu menilai permasalahan klien secara objektif.
Sebagai
contoh,ketika seorang klien mengungkapkan kebenciannya pada seseorang sambil
marah-marah,perawat yang bersikap simpati akan terpancing emosi dan mungkin
jadi ikut membenci,tetapi perawat yang bersikap empati tidak akan terpancing
emosi,tetapi tenang sambil mendengarkan semua ungkapan-ungkapan kliennya.
Ada
empat karateristik perawatb yang mampu bersikap empati (Wiseman,1996) yaitu : Kemampuan melihat permasalahan dari kacamata
klien,tidak bersikap menghakimi,menyalahkan atau menghina,kemampuan untuk
mengerti perasaan orang lain,dan kemapuan mengkomunikasikan pengertiannya
terhadap permasalahan klien.
Wheeler
dan Wolberg yang dikutip oleh stuart Sundeen (1998) membagi empati dalam 2 tipe
:
1.Empati Dasar (Basic empaty)
Merupakan respon
alamiah dari seseorang untuk mengerti orang lain.Contoh empati dasar misalnya
ketika ada anak kecil menangis,secara spontan seseorang akan bertanya,”Ada apa
nak?bkenapa menangis?” sambil mengusap kepala anak itu.
2.Empati Terlatih ( Trained Empaty / Clinical Empaty
/ Profesional Empaty)
Merupakan kemampuan
berempati yang diperoleh setelah melalui training dalam rangka menolong orang
lain.Seorang perawat yang telah belajar komunikasi terapeutik atau yang telah
memperolehpelatihan tentang empati tentu akan mampu berempati secara tepat pada
setiap keadaan kliennya.Misalnya ketika klien menangis menceritakan tentang
kesedihannya ditinggal oleh suaminya,perwat duduk diam mendengarkan keluhan,kesedihan
atau pengingkaran klien sambil mengusap-usapkan punggung klien dengan lembut.
v Konkrit
Konkrit
adalah dalam berkomunikasi perawat menggunakan terminologi yang spesifik bukan
abstrak.Hal ini perlu untuk menghindarkan keraguan dan ketidakjelasan.Stuart
G.W.(1998) telah mengidentifikasikan tiga kegunaannya nyaitu :
a).Mempertahankan
respon perawat terhadap perasaan klien.Dengan berespons secara ekspresi yang konkrit menunjukkan ekspresi yang konkrit,bukan
berpura-pura disertai pernyataan yang jelas dan sesuai perawar akan mampu
menunjukkan dan mempertahankan responnya terhadap perasaan klien.
b).Memberi penjelasan
yang akurat pernyataan-pernyataan yang konkrit dan tidak abstrak dari perawat
akan mendukung setiap penjelasan yang disampaikan nya pada klien.Perkataan yang
penuh keraguan dan penggunaan istilah yang tidak dimengerti oleh klien hanya
akan membingungkan klien.
c).Mendorong klien
memikirkan masalah yang spesifik dengan berespons secara konkrit,perawat dapat
mendorong klien untuk lebih focus pada masalah yang dihadapinya.Hal ini terjadi
karena respons yang konkrit dari perawat menumbuhkan rasa percaya klien
sehingga klien mau dan mampu mengungkapkan masalahnya.
v Keikhlasan
Perawat menyatakan melalui keterbukaan, kejujuran, ketulusan dan berperan aktif dalam berhubungan demgan klien. Perawat berespon dengan tulus, tidak berpura-pura, mengekspresikan perasaan yang sebenarnya dan spontan.
v Menghargai
Perawat menerima klien apa adanya. Sikap perawat harus tidak menghakimi, tidak mengkritik, tidak mengejek dan tidak menghina. Rasa menghargai dapat dikomunikasikan melalui: duduk diam bersama klien yang menangis, minta maaf atas hal yang tidak disukai klien dan menerima permintaan klien untuk tidak menanyakan pengalaman tertentu.
1. Konfrontasi.
Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien ynag tidak sesuai. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3 katagori konfrontasi, yaitu:
a. Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri klien (keinginan klien)
b. Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.
c. Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan pengalaman perawat.
Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien terhadap kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan dan perilaku. Konfrontasi dilakukan secara asertif, bukan marah atau agresif.
Sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya, waktu yang tepat, tingkat kecemasan klien dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat diperlukan pada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.
2. Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
3. Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien dapat menurunkan tingkat kecemasan perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 134).
4. Emotional Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi antara perawat-klien.
Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.
5. Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku dan klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang aman.
Ringkasan dimensi respon dan tindakan dapat dilihat pada Tabel 4. Perawat senantiasa harus mencoba berbagai teknik, cara dan sikap yang dapat meningkatkan efektivitas komunikasi dan hubungan perawat-klien.
Konfrontasi merupakan ekspresi perasaan perawat tentang perilaku klien ynag tidak sesuai. Carkhoff (dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 131), mengidentifikasi 3 katagori konfrontasi, yaitu:
a. Ketidaksesuaian antara konsep diri klien (ekspresi klien tentang dirinya) dan ideal diri klien (keinginan klien)
b. Ketidaksesuaian antara ekspresi non verbal dan perilaku klien.
c. Ketidaksesuaian antara pengalaman klien dan pengalaman perawat.
Konfrontasi berguna untuk meningkatkan kesadaran klien terhadap kesesuaian perasaan, sikap, kepercayaan dan perilaku. Konfrontasi dilakukan secara asertif, bukan marah atau agresif.
Sebelum melakukan konfrontasi perawat perlu mengkaji antara lain: tingkat hubungan saling percaya, waktu yang tepat, tingkat kecemasan klien dan kekuatan koping klien. Konfrontasi sangat diperlukan pada klien yang telah mempunyai kesadaran diri tetapi perilakunya belum berubah.
2. Kesegeraan
Kesegeraan berfokus pada interaksi dan hubungan perawat-klien saat ini. Perawat sensitif terhadap perasaan klien dan berkeinginan membantu dengan segera.
3. Keterbukaan
Perawat harus terbuka memberikan informasi tentang dirinya, ideal diri, perasaan, sikap dan nilai yang dianutnya. Perawat membuka diri tentang pengalaman yang berguna untuk terapi klien. Tukar pengalaman ini memberi keuntungan pada klien untuk mendukung kerjasama dan memberi sokongan.
Melalui penelitian ditemukan bahwa peningkatan keterbukaan antara perawat-klien dapat menurunkan tingkat kecemasan perawat-klien (Johnson, dikutip oleh Stuart dan Sundeen, 1987; 134).
4. Emotional Chatarsis
Emotional chatarsis terjadi jika klien diminta bicara tentang hal yang sangat mengganggu dirinya. Ketakutan, perasaan dan pengalaman dibuka dan menjadi topik diskusi antara perawat-klien.
Perawat harus dapat mengkaji kesiapan klien mendiskusikan masalahnya. Jika klien mengalami kesukaran mengekspresikan perasaannya, perawat dapat membantu dengan mengekspresikan perasaannya jika berada pada situasi klien.
5. Bermain Peran
Bermain peran adalah melakukan peran pada situasi tertentu. Hal ini berguna untuk meningkatkan kesadaran dalam berhubungan dan kemampuan melihat situasi dari pandangan orang lain. Bermain peran menjembatani anatara pikiran serta perilaku dan klien akan merasa bebas mempraktekkan perilaku baru pada lingkungan yang aman.
Ringkasan dimensi respon dan tindakan dapat dilihat pada Tabel 4. Perawat senantiasa harus mencoba berbagai teknik, cara dan sikap yang dapat meningkatkan efektivitas komunikasi dan hubungan perawat-klien.
KOMUNIKASI TERAPEUTIK DENGAN KLIEN
ANAK
Cara yang terapeutik dalam berkomunikasi dengan anak adalah sebagai berikut:
1. Nada suara
Bicara lambat dan jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana. Hindari sikap mendesak untuk dijawab dengan mengatakan “jawab dong”.
2. Mengalihkan aktivitas
Kegiatan anak yang berpindah-pindah dapat meningkatkan rasa cemas terapis dan mengartikannya sebagai tanda hiperaktif. Anak lebih tertarik pada aktivitas yang disukai sehingga perlu dibuat jadual yang bergantian antara aktivitas yang disukai dan aktivitas terapi yang diprogramkan.
3. Jarak interaksi
Perawat yang mengobservasi tindakan non verbal dan sikap tubuh anak harus mempertahankan jarak yang aman dalam berinteraksi.
4. Marah
Perawat perlu mempelajari tanda kontrol perilaku yang rendah pada anak untuk mencegah temper tantrum. Perawat menghindari bicara yang keras dan otoriter serta mengurangi kontak mata jika respon anak meningkat. Jika anak mulai dapat mengontrol perilaku maka kontak mata dimulai kembali namun sentuhan ditunda dahulu.
5. Kesadaran diri
Perawat harus menghindari konfrontasi secara langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Meja tidak diletakkan antara perawat dan anak. Perawat secara non verbal selalu memberi dorongan, penerimaan dan persetujuan jika diperlukan.
6. Sentuhan
Jangan sentuh anak tanpa izin dari anak. Salaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan stres dan cemas khususnya pada anak laki-laki.
Cara yang terapeutik dalam berkomunikasi dengan anak adalah sebagai berikut:
1. Nada suara
Bicara lambat dan jika tidak dijawab harus diulang lebih jelas dengan pengarahan yang sederhana. Hindari sikap mendesak untuk dijawab dengan mengatakan “jawab dong”.
2. Mengalihkan aktivitas
Kegiatan anak yang berpindah-pindah dapat meningkatkan rasa cemas terapis dan mengartikannya sebagai tanda hiperaktif. Anak lebih tertarik pada aktivitas yang disukai sehingga perlu dibuat jadual yang bergantian antara aktivitas yang disukai dan aktivitas terapi yang diprogramkan.
3. Jarak interaksi
Perawat yang mengobservasi tindakan non verbal dan sikap tubuh anak harus mempertahankan jarak yang aman dalam berinteraksi.
4. Marah
Perawat perlu mempelajari tanda kontrol perilaku yang rendah pada anak untuk mencegah temper tantrum. Perawat menghindari bicara yang keras dan otoriter serta mengurangi kontak mata jika respon anak meningkat. Jika anak mulai dapat mengontrol perilaku maka kontak mata dimulai kembali namun sentuhan ditunda dahulu.
5. Kesadaran diri
Perawat harus menghindari konfrontasi secara langsung, duduk yang terlalu dekat dan berhadapan. Meja tidak diletakkan antara perawat dan anak. Perawat secara non verbal selalu memberi dorongan, penerimaan dan persetujuan jika diperlukan.
6. Sentuhan
Jangan sentuh anak tanpa izin dari anak. Salaman dengan anak merupakan cara untuk menghilangkan stres dan cemas khususnya pada anak laki-laki.
TEKNIK KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Dalam menanggapi pesan yang disampaikan klien, perawat dapat menggunakan berbagai teknik komunikasi terapeutik sebagai berikut (Stuart dan Sundeen, 1987; 124):
1. Mendengar (Listening)
Merupakan dasar utama dalam komunikasi. Dengan mendengar perawat mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih banyak pada klien untuk bicara. Perawat harus menjadi pendengar yang aktif.
2. Pertanyaan Terbuka (Broad Opening)
Memberi kesempatan untuk memilih, contoh: apakah yang sedang saudara pikirkan?, apa yang akan kita bicarakan hari ini?. Beri dorongan dengan cara mendengar atau mengatakan, saya mengerti atau oohh .…
3. Mengulang (Restarting)
Mengulang pokok pikiran yang diungkapkan klien. Gunanya untuk menguatkan ungkapan klien dan memberi indikasi perawat mengikuti pembicaraan klien.
4. Klarifikasi
Dilakukan bila perawat ragu, tidak jelas, tidak mendengar atau klien berhenti karena malu mengemukakan informasi, informasi yang diperoleh tidak lengkap atau mengemukakannya berpindah-pindah. Contoh: dapatkah anda menjelaskan kembali tentang …? Gunanya untuk kejelasan dan kesamaan ide, perasaan dan persepsi perawat-klien.
5. Refleksi
a. Refleksi isi, memvalidasi apa yang didengar. Klarifikasi ide yang diekspresikan klien dengan pengertian perawat.
b. Refleksi perasaan, memberi respon pada perasaan klien terhadap isi pembicaraan agar klien mengetahui dan menerima perasaannya.
Gunanya untuk:
a. mengetahui dan menerima ide dan perasaan
b. mengoreksi
c. memberi keterangan lebih jelas.
Kerugiannya adalah:
a. mengulang terlalu sering tema yang sama
b. dapat menimbulkan marah, iritasi dan frustasi.
6. Memfokuskan
Membantu klien bicara pada topik yang telah dipilih dan yang penting serta menjaga pembicaraan tetap menuju tujuan yaitu lebih spesifik, lebih jelas dan berfokus pada realitas.
Contoh:
Klien : Wanita sering jadi bulan-bulanan.
Perawat : Coba ceritakan bagaimana perasaan anda sebagai wanita.
7. Membagi Persepsi
Meminta pendapat klien tentang hal yang perawat rasakan dan pikirkan. Dengan cara ini perawat dapat meminta umpan balik dan memberi informasi.
Contoh: Anda tertawa, tetapi saya rasa anda marah kepada saya.
8. Identifikasi Tema
Mengidentifikasi latar belakang masalah yang dialami klien yang muncul selama percakapan. Gunanya untuk meningkatkan pengertian dan mengeksplorasi masalah yang penting.
Misalnya: Saya lihat dari semua keterangan yang anda jelaskan, anda telah disakiti. Apakah ini latar belakang masalahnya?
9. Diam (Silence)
Cara yang sukar, biasanya dilakukan setelah mengajukan pertanyaan. Tujuannya untuk memberi kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara. Pada klien yang menarik diri, teknik diam berarti perawat menerima klien.
10. Informing
Memberi informasi dan fakta untuk pendidikan kesehatan.
\
BAB
3
A. Kesimpulan
Hubungan perawat-klien yang terapeutik adalah
pengalaman belajar bersama dan pengalaman perbaikan emosi klien. Dalam hal ini
perawat memakai dirinya secara terpeutik dengan menggunakan berbagai teknik
komunikasi agar perilaku klien berubah ke arah yang positif seoptimal mungkin.
Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus menganalisa dirinya: kesadaran diri, klarifikasi nilai, persaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan perawat (verbal atau non verbal) hendaknya bertujuan terapeutik untuk klien.
Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan teknik dan keterampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip di sini dan saat ini (here and now).
Rasa aman merupakan hal utama yang harus diberikan pada anak agar anak bebas mengemukakan perasaannya tanpa kritik dan hukuman.
Agar perawat dapat berperan efektif dan terapeutik, ia harus menganalisa dirinya: kesadaran diri, klarifikasi nilai, persaan dan mampu menjadi model yang bertanggung jawab. Seluruh perilaku dan pesan yang disampaikan perawat (verbal atau non verbal) hendaknya bertujuan terapeutik untuk klien.
Analisa hubungan intim yang terapeutik perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan hubungan dan menentukan teknik dan keterampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip di sini dan saat ini (here and now).
Rasa aman merupakan hal utama yang harus diberikan pada anak agar anak bebas mengemukakan perasaannya tanpa kritik dan hukuman.
B. Saran
Seorang perawat haruslah bisa mengekspresikan
perasaan yang sebenarnya secara spontan. Di samping itu perawat juga harus
mampu menghargai klien dengan menerima klien apa adanya.Sikap perawat sebaiknya
tidak menghakimi,tidak mengkritik,tidak mengejek ataupun menghina.Menghargai
dapat dikomunikasikan melalui duduk bersama klien yang menangis,minta maaf atas
hal yang tidak disukai klien,dan menerima permintaan klien untuk tidak
menanyakan pengalaman tertentu
Memberi alternatif ide untuk
pemecahan masalah. Tepat dipakai pada fase kerja dan tidak tepat pada fase awal
hubungan.
Perawat perlu menganalisa teknik komunikasi yang tepat setiapkali ia berhubungan dengan klien. Melalui komunikasi verbal dapat disampaikan informasi yang akurat tetapi aspek emosi dan perasaan tidak dapat diungkapkan seluruhnya secara verbal.
Dengan mengerti proses komunikasi dan menguasai berbagai keterampilan berkomunikasi, diharapkan perawat dapat memakai dirinya secara utuh (verbal dan non verbal) untuk memberi efek terapeutik kepada klien.
Perawat perlu menganalisa teknik komunikasi yang tepat setiapkali ia berhubungan dengan klien. Melalui komunikasi verbal dapat disampaikan informasi yang akurat tetapi aspek emosi dan perasaan tidak dapat diungkapkan seluruhnya secara verbal.
Dengan mengerti proses komunikasi dan menguasai berbagai keterampilan berkomunikasi, diharapkan perawat dapat memakai dirinya secara utuh (verbal dan non verbal) untuk memberi efek terapeutik kepada klien.
Daftar
Pustaka
Kominikasi
terapeutik, Suryani, S.Kp, MHSc, EGC
Komunikasi
dalam keperawatan gerontik, HWahjudi nurgroho’B.Sc SKM, ECG
Teori-teori
sifat dan behavioristik, Dr. a supratikanya .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar