Dafter isi

t;

Senin, 18 Maret 2013

Gagal Jantung Kongenital


GAGAL JANTUNG KONGENITAL PADA
ANAK DAN BAYI

1.      Pengertian.
Gagal jantung adalah keadaan jantung yang memberikan sindrom klinik akibat ketidak mampuan jantung memompakan darah secara adekuat, untuk memenuhi kebutuhan metabolisme badan meskipun alir balik masih baik.

2.      Patofisiologi.
Patofisiologi gagal jantung belum jelas diketahui seluruhnya. Ada 4 unsur dasar yang menentukan baik tidaknya prilaku jantung yaitu yang disebut preload, afterload, kontraktilitas, dan frekuensi jantung.
Beberapa mekanisme adaptasi terjadi pada gagal jantung diantaranya ialah:
1)      Faktor mekanisme berupa hipertrofi dan dilatasi. Hipertrofi ventrikel karena hiperplasia yang menyebabkan otot jantung bertambah tidak sebanding dengan jumlah kapiler dan suplai oksigen akan mengakibatkan insufisiensi koroner relatif. Otot jantung yang hipertrofik masih bekerja baik pada keadaan kompensasi dibandingkan dengan keadaan sudah dekompensasi. Bila mekanisme hipertrofi ini tidak memadai sesuai dengan hukum Starling, maka akan terjadi dilatasi.
2)      Faktor biokimia. Terdapat perubahan biokimia, sampai saat ini masih terus diselidiki mengenai produksi energi, penyimpanan dan penggunaannya. Demikian pula mengenai myofibrillar adenosine triphosphatese activity dan mekanisme kontraksi miokardium serta meningkatnya konsumsi oksigen.
3)      Peranan sistem saraf adrenergik. Cadangan norepineprin dalam otot jantung berkurang mungkin karena kesanggupan ujung saraf untuk mengambil serta mengikat norepineprin berkurang atau berkurangnya jumlah ujung saraf dalam miokard. Walaupun  respons kronotropik dan intropik terhadap rangsangan simpatis menurun, namun respons terhadap noradrenalin yang diberikan dari luar masih normal. Bertambahnya rangsangan simpatis, dengan cara meninggikan kontraksi dapat memperbaiki keadaan gagal jantung, seta berkurangnya peredaran darah tepi dan ginjal untuk menambah sirkulasi ke daerah vital. Reseptor alfa berfungsi pada sirkulasi tepi dan reseptor beta untuk meninggikan frekuensi dan kontraksi ventrikel. Dengan pemberian obat pemblok beta ( propranolol, praktolol dsb ) maka gagal jantung bertambah nyata. Metabolisme katekolamin bertambah pada gagal jantung yang terbukti dari ekskresinya yang meningkat dalam urine.
4)      Peranan ginjal. Kegagalan ginjal untuk mengeluarkan natrium dan air karena:
a)      Bertambahnya reabsorbsi natrium pada tubulus.
b)      Aliran darah ke ginjal relatif menurun sehingga laju filtrasi glomerolus menurun dan produksi urine berkurang.
c)      Peningkatan rangsangan simpatis.
d)     Menurunnya aliran darah ke ginjal akan merangsang pengeluaran renin yang selanjutnya melalui angiotensin akan mengakibatkan rangsangan pembentukan aldosteron.

3.      Manifestasi Klinik.
Gejala klinik yang timbul ada kaitannya dengan beberapa mekanisme yang terjadi pada gagal jantung. Mekanisme tersebut berupa perubahan pada jantung sendiri dengan terjadinya hipertrofi dan dilatasi ventrikel. Mekanisme lain  berupa perubahan biokimia intra dan ekstraselular seluruh jaringan, meningkatnya metabolisme katekolamin, pergeseran kurve disosiasi oksihemoglobin, perubahan pada paru, ginjal dan sirkulasi darah tepi.
Secara hemodinamik, gejala klinik gagal jantung pada bayi dan anak dapat digolongkan dalam 3 golongan ialah:


1)      Gejala Perubahan Pada Jantung / Kerja Jantung.
a)      Takikardia: pada bayi frekuensi sering diatas 150 – 200/menit. Pada anak diatas 100 – 150/menit sebagai akibat rangsangan simpatis dan bridge refleks.
b)      Kardiomegali: hipertrofi yang terjadi pada 90% bayi dengan penyakit jantung bawaan; pada suatu waktu akan mengalami dilatasi (hukum Frank Starling). Ada beberapa keadaan yang tidak menimbulkan kardiomegali, yaitu fase awal miokarditis, atresia v pulmonalis, koritriatum dan anomali drainase vena. Kardiomegali lebih mudah dilihat secara radiologis.
c)      Irama derap (gallop rhythm); adanya irama derap pada penyakit jantung bawaan biasanya menunjukan gagal jantung, sedangkan pada penyakit jantung reumatik irama gallop menunjukan karditis aktif. Biasanya berupa derap protodistolik yang timbul 0,10 detik sesudah bunyi jantung II, pada saat pengisian ventrikel yang cepat.
d)     Failure to thrive; gangguan pertumbuhan yang terjadi karena menurunnya curah jantung, gangguan pernafasan, kesukaran masukan kalori dan hipermetabolisme sekunder terhadap meningkatnya rangsangan simpatis.
e)      Keringat berlebihan. Sering dijumpai pada bayi dengan gagal jantung yang diduga karena gangguan fungsi jantung menyebabkan rangsangan simpatik.
f)       Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat menurunnya curah jantung.
2)      Gejala Kongesti.
Bendungan paru ialah keadaan terjadinya bendungan vaskuler dan perubahan anatomik jaringan paru sebagai akibat kegagalan ventrikel kiri.
a)      Takipnea: bayi dengan gagal jantung dalam keadaan tidur menunjukan frekuensi pernafasan 50 – 100 kali/menit. Sifat pernafasan yang cepat dan dangkal ini disebabkan oleh terangsangnya berbagai reseptor yang ada pada paru dan jantung.
b)      Kesukaran minum: keluhan ini sering menyebabkan pasien dibawa ke dokter. Bayi tersebut tampak cepat lelah pada waktu minum.
c)      Mengi dapat terdengar sebagai akibat kompresi jalan nafas atau edema paru. Sputum tercampur darah.
d)     Kapasitas vital menurun akibat kongestif dan edema paru.
3)      Gejala Bendungan Sistem Vena.
Bila gejala ini timbul tanpa disertai gejala hubungan paru disebut gagal jantung kanan murni, sedangkan bila disebabkan oleh gagal jantung kiri disebut gagal jantung kongestif. Gejala bendungan vena akan terlihat sebagai:
a)      Hepatomagali: pembesaran hati termasuk tanda penting dan terjadi dengan cepat pada bayi karena relatif lebih mudah teregang.
b)      Peninggian tekanan vena jugularis: sukar dinilai terutama pada bayi.
c)      Edema: pada bayi jarang terjadi segera. Kenaikan berat badan        200-300 gram dalam 24 jam merupakan petunjuk adanya retensi cairan. Pembengkakan dapat terlihat di daerah punggung (sakrum), bagian punggung tangan, dan tungkai serta sekitar mata.

4.      Pemeriksaan Diagnostik.
1)      Pemeriksaan Darah.
Pada gagal jantung, hemoglobin dan eritrosit menurun sedikit karena hemodilusi, kadar hemoglobin dibawah 5 gr% sewaktu-waktu dapat menimbulkan gagal jantung setidak-tidaknya keadaan anemia akan menyebabkan bertambannya beban jantung. Jumlah leukosit dapat meninggi; bila sangat meninggi mungkin terdapat super infeksi, endokarditis atau sepsis yang akan memberatkan jantung. Laju endap darah biasanya menurun; bila gagal jantung dapat diatasi tetapi infeksi atau karditis masih aktif ada, maka laju endap darah akan meningkat. Terdapat hipoglikemia dan berkurangnya cadangan glikogen dalam hati. Kadar natrium dalam darah sedikit menurun walaupun natrium total bertambah. Keadaan asam basa tergantung pada keadaan metabolisme, masukan kalori, keadaan paru, besarnya pirau dan fungsi ginjal.
2)      Pemeriksaan Urine.
Jumlah pengeluaran urine berkurang, berat jenis meninggi; terdapat albuminuria sementara dan hematuria mikroskopis.
3)      Pemeriksaan Radiologi.
Tampak pembesaran jantung dengan kongestif paru. Pemeriksaan sinar tembus tidak banyak membantu, sedangkan pemeriksaan dengan barium sering menimbulkan aspirasi pneumonia. Pada keadaan tertentu diperlukan pemeriksaan isotop scanning technique ekokardiografi, ekokardiogram atau angiokardiogram.
4)      Kateterisasi Jantung.
Biasanya ditemukan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, atrium kiri dan tekanan v. pulmonalis meninggi, sedangkan tekanan atrium kanan baru meninggi pada keadaan lanjut. Gejala gagal jantung pada bayi/anak perlu dipahami agar tidak terlambat memberikan pertolongan. Gejala yang penting adalah takikardia, takipnea, irama derap, kardiomegali dan hepatomegali. Ada beberapa penyakit bayi yang menyerupai gagal jantung seperti sindrom gangguan pernafasan (RDS), bronkiolitis akut, fistula trakeo-esofagus, hernia diafragmatica dan lainnya.

5.      Penatalaksanaan Medik.
Pengobatan konservatif/paliatif pada dasarnya diberikan hanya untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada pasien yang potentially curable. Dasar pengobatan gagal jantung pada bayi dan anak ialah:
1)      Istirahat.
Kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus benar-benar dikurangi dengan tirah baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang relatif meningkat. Dengan istirahat benar, gejala-gejala gagal jantung dapat jauh berkurang.
2)      Digitalisasi.
Secara kronotropik dan inotropik maka digitalis akan memperbaiki kerja jantung dengan memperlambat, memperkuat kontraksi otot jantung, dan meninggikan curah jantung. Digoksin merupakan preparat yang terbanyak dipakai. Beberapa hal yang harus diperhatikan selama digitalisasi ialah:
a)      Efek digitalis sangat individual.
b)      Harus ditulis dengan jelas preparat apa yang digunakan, cara pemberiannya (oral/intra muskular intra vena), total digitalis, dosis tiap kali dan jadwal pemberiannya.
c)      Pada pasien yang berobat jalan diberikan penerangan yang jelas pada orang tuanya tentang pemakaian, cara penyimpanan dan kemungkinan tanda-tanda keracunan.
3)      Diuretik.
Diuretik sangat berguna diberikan pada keadaan digitalis yang tidak memadai. Preparat diuretik seperti diuretik merkurial dan golongan tiazid telah digantikan dengan asam etakrinik dan furosemid yang bekerja pada bagian distal korteks tubuli dan memblokade transport natrium di ansa henle dan ascending limb.
4)      Diet.
Umumnya diberikan makanan lunak rendah garam. Jumlah kalori sesuai kebutuhan. Pasien dengan gizi kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan 80-100 ml/kg/BB/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.
5)      Pengobatan Penunjang Lain.
a)      Oksigen, pada bayi dengan dekompensasi diberikan dengan kadar 10-20 % tergantung pada macam kelainannya. Bila dengan menggunakan tenda atau inkubator diberikan 40-50 %, suhu tubuh dipertahankan 37’C. Aliran oksigen yang diperlukan ialah 4-5 l/m pada inkubator atau 8-10 l/m pada tenda..
b)      Penenang, luminal, kloralhidrat atau morfin dianjurkan terutama untuk anak yang gelisah, gejala edema paru akan banyak berkurang dengan pemberian morfin 0,1-0,2 mg/kgBB cara subkutan.
c)      Untuk mengurangi sesak nafas, bayi dibaringkan dengan kepala lebih tinggi 20-30 derajat.
d)     Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa dan elektrolit. Dalam keadaan asidosis, digitalis tidak bekerja secara optimal; sebaliknya dalam keadaan alkalosis dan hipokalemia atau hipokloremia, diuretikum tidak bekerja baik.
e)      Memperbaiki anemia. Pada gagal jantung yang disebabkan oleh anemia berat, yang pertama diberikan ialah transfusi darah (lebih baik packed cells untuk mengurangi beban volume). Pada gagal jantung disertai anemia kadar Hb kurang dari 7 gr% sebaiknya diberikan transfusi darah dengan perlahan-lahan dan hati-hati.
f)       Antibiotika. Pada gagal jantung dianjurkan pemberian antibiotikum dengan spektrum luas mengingat tingginya frekuensi infeksi saluran nafas, sebaiknya didahului dengan biakan usap tenggorok dan uji sensitifitas.
g)      Rotating Torniquet. Pada edema paru yang akut dapat dilakukan pemasangan torniket pada salah satu anggota gerak secara berputar bergantian untuk meringankan gejala.
h)      Vena seksi. Jarang dilakukan, hanya bila perlu saja.

6.      Keperawatan.
Gejala-gejala sebagai data subyektif dan obyektif yang dijumpai pada gagal jantung kiri adalah sesak nafas (menonjol), terdapat pada malam hari (paroxismal noctural dyspnea); dapat terjadi pada saat pasien berbaring tanpa bantal dan menghilang pada waktu duduk (ortopnea). Pasien mengeluh lekas lelah (pada bayi bermanifestasi dengan kesulitan minum). Batuk kronik disertai sputum yang berdarah timbul akibat kongestif mukosa bronkus diperberat dengan adanya infeksi.
Masalah pasien yang perlu diperhatikan adalah istirahat mutlak, pemberian oksigen, pemberian obat, pemberian diet, eliminasi, mobilisasi, kurangnya pengetahuan orang tua mengenai penyakit.
1)      Istirahat Mutlak
Dengan istirahat tirah baring yang adekuat dapat mengurangi beban jantung. Oleh karena itu pasien gagal jantung harus benar-benar ditolong semua kebutuhannya di atas tempat tidur. Jangan dibiarkan pasien melakukan keinginannya sendiri.
2)      Pemberian Oksigen.
Perlu diperhatikan bahwa oksigen harus melalui pelembab dan lihatlah apakah O2 dapat masuk secara benar. Hal ini jika pemberiannya menggunakan kateter sering terlepas atau tersumbat kotoran, karena setiap pagi harus dibersihkan kemudian dipindahkan ke lubang hidung yang lain dan jangan lupa bersihkan dahulu lubang hidungnya. Pemberian oksigen secara rumat biasanya diperlukan 2 L/m dalam keadaan sianosis sekali dapat lebih tinggi. Pada bayi berikan dengan menggunakan corong, pada anak lebih besar menggunakan masker. Sikap berbaring kepala lebih tinggi 20-30 derajat atau semi fowler.
3)      Pemberian Obat.
a)      Harus dibaca dengan cermat jenis obat dan cara pemberiannya. Berikan tanda pada setiap obat yang diberikan, perhatikan reaksi obatnya.
b)      Jika pasien mendapatkan cairan intravena harus diperhatikan agar tetesan tidak terlalu cepat karena akan menambah sesak nafas. Bila pasien mendapatkan diuretikum terlalu lama dapat mengakibatkan gangguan asam basa dan elektrolit. Jika pengobatan berupa transfusi darah (pada pasien gagal jantung karena anemia) pemberian darahnya harus perlahan-lahan dan hati-hati.
4)      Pemberian Diet.
Karena pasien harus makan rendah garam apalagi dalam keadaan sesak nafas sehingga nafsu makan kurang, maka pendekatan yang baik perlu dilakukan. Sajikan makanan dalam porsi kecil, dalam keadaan hangat dan tempatnya menarik. Bujuklah pasien sambil menyuapinya sedikit demi sedikit. Katakan bahwa makanan sangat penting untuk membantu penyembuhan agar ia lekas sembuh dan dapat bermain-main seperti teman-temannya atau lekas pulang, karena nafsu makan pasien gagal jantung umumnya kurang/buruk. Pada pasien yang tidak mau makan diberikan ekstra susu.
5)      Eliminasi.
Pasien gagal jantung perlu diperhatikan pemasukan dan pengeluaran cairan selama 24 jam. Urin dikumpulkan dna diukur, begitu juga pemasukan. Pada pasien yang sangat dispnea biasanya dipasang infus karena ia tidak dapat minum sesuai dengan kebutuhan (perhatikan tetesan infus jika terlalu cepat akan membebani kerja jantung).
6)      Mobilisasi.
Bila keadaan gagal jantung teratasi maka pasien memerlukan adaptasi untuk beraktifitas, mula-mula diajarkan agar ia duduk di pinggir tempat tidur dengan menggoyang-goyangkan kaki, kemudian belajar berdiri dan selanjutnya belajar berjalan disekitar tempat tidur. Periksalah nadi pasien sebelum pasien latihan dan kemudian sesudahnya juga. Suruh pasien segera istirahat baring setelah latihan, periksa dan catat nadi pasien.
7)      Kurangnya Pengetahuan Orang Tua Mengenai Penyakit.
Orang tua pasien perlu diberi penjelasan mengenai penyakit anaknya dan katakan terus terang bahwa anaknya dapat meninggal mendadak jika ia kelelahabn. Oleh karena itu, sampai seberapa jauh pasien beraktifitas harus atas persetujuan dokter. Bila pasien dirumah perawatannya tidak jauh seperti di rumah sakit yaitu pasien perlu istirahat cukup, makanan mungkin masih perlu diet. Terangkan bahwa makanan harus mengandung sayur-sayuran yang berserat agar tidak menyebabkan anak susah buang air besar.( jelaskan karena jika anak buang air besar, mengejan akan memberatkan jantungnya yang dapat menyebabkan penyakitnya kambuh kembali.

REFERENSI



Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. Jakarta; EGC, Penerbit Buku Kedokteran.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar