BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ketika
datang untuk menyediakan kebutuhan dan jumlah yang cukup dari orang tua atau
kerabat perawatan lansia butuhkan, kita ingin memiliki yang terbaik untuk
mereka. Setelah semua, itu adalah bentuk membayar mereka kembali untuk semua
hal baik yang mereka telah lakukan untuk kita selama waktu ketika kita tidak
bisa menyediakan kebutuhan kita sendiri.
Pada
tahun 2008, ada sejumlah laporan tentang kasus yang melibatkan kematian orang
tua kesepian di ibukota Tanah Down Under. Kebanyakan orang percaya bahwa itu
adalah pemerintah yang harus disalahkan atas kasus ini. Sebuah jumlah yang baik
dari orang tua yang termasuk dalam kelas pekerja telah berakhir hidup sendirian
dan menangkis untuk diri mereka sendiri.
Ini adalah fakta bahwa negara itu
juga telah menetapkan sendiri pilihan yang tersedia bagi penduduk yang lebih
tua untuk memilih dari tentang bagaimana mereka ingin menghabiskan tahun-tahun
mereka setelah pensiun. Meskipun sebagian
besar dari apa yang kita lihat di TV dan media yang sama adalah orang-orang
yang akhirnya menikmati buah dari kerja keras mereka dalam beberapa surga pulau
yang indah, ada bagian besar dari populasi lansia yang masih mencari pilihan
yang kurang mahal ketika datang ke tahun-tahun terakhir kehidupan mereka.
Sebenarnya
ada fasilitas berusia seluruh wilayah yang tersedia untuk menyediakan layanan
kepada orang tua di negara bagian. Mereka datang dengan pekerja yang sangat
terlatih yang dapat membantu orang tua dengan kebutuhan dasar mereka
sehari-hari.
Namun,
penting bagi mereka memilih layanan perawatan lansia. Panti jompo yang
berlimpah, tetapi terserah kepada individu untuk memutuskan apakah ini adalah
apa yang mereka ingin memiliki.
Selain
keuntungan berbasis penyedia layanan perawatan lansia, ada organisasi yang
sepenuhnya bekerja tanpa tujuan membuat keuntungan. Ini didukung oleh sumbangan
serta kegiatan penggalangan dana yang dilakukan oleh para relawan sendiri.
Meskipun sumber dana yang terbatas untuk beberapa dari mereka, mereka masih
mampu menyediakan kebutuhan paling dasar dari orang tua mereka merawat.
Pilihan
lain yang tua berakhir adalah mampu hidup dengan anggota keluarga. Hal ini
dapat menjadi anak seseorang, kerabat dekat atau bahkan teman baik. Tidak ada
hukum mengenai hal ini, tapi itu semua hanya sampai ke kerabat dan teman-teman
yang bersedia untuk memiliki orang tua di rumah mereka.
Memiliki
pengasuh juga mungkin. Apakah orang yang hidup di rumah dengan orang tua atau
tidak, itu adalah besar membantu untuk memiliki seseorang untuk berbicara
bahkan hanya dengan serta menjadi bantuan besar ketika mengambil obat-obatan
dan makan.
Orang
tidak harus melalui penuaan dengan cara yang menyedihkan. Para perawatan lansia
ditawarkan memberikan siapa saja yang ingin menghabiskan beberapa tahun
terakhir untuk usia anggun dan bahagia.
B. Rumusan
masalah
1. apa
saja klasifikasi lansia?
2. apa
saja karakteristik lansia?
3. Apa saja macam-macam tipe lansia?
4. bagaimana
pembinaan kesehatan lansia?
5. apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan lansia?
6. apa saja tugas perkembangan lansia?
7. apa saja peran Anggota Keluarga terhadap Lansia?
8. apa saja
peran Keluarga dalam Perawatan Lansia?
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Landasan
Teori
A.
Klasifikasi
lansia
Klasifikasi
berikut ini adalah lima klasifiaksi pada lansia
1. Pralansia
(prasenilis)
Seseorang yang berusia
antara 45-59 tahun
2. Lansia
Seseorang yang berusia
antara 60 tahun atau lebih.
3. Lansia
resiko tinggi
Seseorang yang berusia
70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah
kesehatan. (Depkes RI, 2003)
4. Lansia
potensial
Lansia yang masih mampu
melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa
(Depkes RI, 2003)
5. Lansia
tidak potensial
Lansia yang tidak
berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain
(Depkes RI, 2003)
B. Karakteristik lansia
Menurut
Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.
Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai
dengan pasal 1 ayat (2) UU No 13 tentang kesehatan).
2.
Kebutuhan dan masalah yang bervariasi
dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai
spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladatif.
3.
Lingkungan tempat tinggal yang
bervarisai.
C. Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia tergantung pada karakter,
pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya
(Nugroho, 2000).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai
berikut:
1. Tipe
arif dan bijaksana
Kaya dengan hikmah,
pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan,
bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi
panutan.
2. Tipe
mandiri
Mengganti kegiatan yang
hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman
dan memenuhi undangan.
3. Tipe
tidak puas
Konflik lahir batin
menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut,
4. Tipe
pasrah
Menerima dan menunggu
nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan kegiatan apa saja.
5. Tipe
bingung
Kaget, kehilangan
kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.
Tipe
lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen
(kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan serius, tipe
pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe
putus asa (benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilhat dari tingkat kemandiriannya yang
dinilai berdasarkan kemampuan utuk melakukan aktifitas sehari-hari (indeks
kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu
lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya,
lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan
badan sosial. Lansia di panti wreda, lansia yang dirawat di rumah
sakit dan lansia dengan gangguan mental.
D. Pembinaan kesehatan lansia
Tujuan pembinaan kesehatan lansia meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk
mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan
masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam masyarakat (Depkes RI, 2003).
Sasaran
1.
Sasaran langsung
·
Kelompok pralansia (45-59 tahun)
·
Kelompok lansia (60 tahun ke atas)
·
Kelompok lansia dengan risiko tinggi (70
tahun ke atas)
2.
Sasaran tidak langsung
·
Keluarga dimana usia lanjut berada.
·
Organisasi sosial yang bergerak dalam
pembinaan usia lanjut.
·
Masyarakat.
Pedoman pelaksanaan
1. Bagi
petugas kesehatan
·
Upaya promotif yaitu upaya untuk
menggairahkan semangat hidup para lansia agar merasa tetap dihargai dan
berguna, baik bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat.
·
Upaya preventif, yaitu upaya pencegahan
terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi dari penyakit-penyakit yang
disebabkan oleh proses penuaan.
·
Upaya kuratif, yaitu upaya pengobatan
yang penanggulangannya perlu melibatkan multidislipin ilmu kedokteran.
·
Upaya rehabilitatif, yaitu upaya untuk
memulihkan fungsi tubuh yang telah menurun.
2. Bagi
lansia itu sendiri
Untuk
kelompok pralansia, membutuhkan informasi sebagai berikut:
·
Adanya proses penuaan,
·
Pentingnya pemeriksaan kesehatan secara
berkala
·
Pentingnya melakukan latihan kesegaran
jasmani
·
Pentingnya melakukan diet dengan menu
seimbang
·
Pentingnya melakukan kegiatan sosial di
masyarakat
Untuk
kelompok lansia, membutukan informasi sebagai berikut:
· Pemeriksaan
kesehatan secara berkala
· Kegiatan
olahraga
· Pola
makan dengan menu seimbang
· Perlunya
alat bantu sesuai dengan kebutuhan
· Pengembangan
kegemaran sesuai dengan kemampuannya
Untuk kelompok lansia
dengan risiko tinggi, membutuhkan informasi sebagai berikut:
·
Pembinaan diri sendiri dalam hal
pemenuhan kebutuhan pribadi dan melakukan aktifitas, baik didalam maupun di
luar rumah
·
Pemeriksaan kesehatan berkala
·
Latihan kesehatan jasmani
·
Pemakaian alat bantu sesuai kebutuhan
·
Perawatan fisioterapi
3. Bagi
keluarga dan lingkungannya
·
Membantu mewujudkan peran serta
kebahagiaan dan kesejahteraan lansia
·
Upaya pencegahan dimulai dalam rumah
tangga
·
Membimbing dalam ketakwaan kepada Tuhan
YME.
·
Melatih berkarya dan menyalurkan hobi
·
Menghargai dan kasih sayang terhada para
lansia.
E. Hal-hal yang perlu diperhatikan lansia
Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan
oleh lansia berkaitan dengan perilaku yang baik (adaptif) dan tidak baik
(maladatif).
1. Perilaku
yang kurang baik
·
Kurang berserah diri
·
Pemarah, merasa tidak puas, murung dan
putus asa
·
Sering menyendiri
·
Kurang melakukan aktifitas fisik/olah
raga/kurang gerak
·
Makan tidak teratur dan kurang minum
·
Kebiasaan merokok dan meminum minuman
keras
·
Minum obat penenang dan penghilang rasa
sakit tanpa aturan
·
Melakukan kegiatan yang melebihi
kemampuan
·
Mengangap kehidupan seks tidak
diperlukan lagi
·
Tidak memeriksakan kesehatan secara
teratur
2. Perilaku
yang baik
·
Mendekatkan diri pada Tuhan YME
·
Mau menerima keadaan, sabar dan optimis
serta meningkatkan rasa percaya diri dengan melakukan kegiatan yang sesuai
dengan kemampuan
·
Menjalin hubungan yang baik dengan
keluarga dan masyarakat
·
Melakukan olah raga ringan setiap hari
·
Makan dengan porsi sedikit tapi sering,
memilih makanan yang sesuai serta banyak minum
·
Berhenti merokok dan meminum minuman
keras
·
Minumlah obat sesuai anjuran
dokter/petugas kesehatan
·
Mengembangkan hobi sesuai kemampuan
·
Tetap bergairah dan memelihara kehidupan
seks
·
Memeriksakan kesehatan secara teratur
3. Manfaat
perilaku yang baik
·
Lebih takwa dan tenang
·
Tetap ceria dan banyak mengisi waktu
luang
·
Keberadaannya tetap diakui oleh keluarga
dan masyarakat
·
Kesegaran dan kebugaran tubuh tetap
terpelihara
·
Terhindar dari kegemukan dan kekurusan
serta penyakit berbahaya seperti jantung, paru-paru, diabetes, kanker dan
lain-lain
·
Mencegah keracunan obat dan efek samping
lainnya
·
Mengurangi stress dan kecemasan
·
Hubungan harmonis tetap terpelihara
·
Gangguan kesehatan dapat diketahui dan
diatasi sedini mungkin
F. Tugas perkembangan lansia
Menurut Erickson, kesiapan untuk beradaptasi atau
menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh
proses tumbuh kembang pada tahap selanjutnya.
Apabila seseorang
pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari dengan
teratur yang baik serta membina hubungan yang serasi dengan orang-orang
disekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa
ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti olah raga, mengembangkan
hobi bercocok tanam dan lain-lain.
Adapun tugas
perkembangan lansia adalah sebagai berikut:
1.
Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2. Mempersiapkan
diri untuk pension
3.
Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4. Mempersiapkan
kehidupan baru
5. Melakukan
penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai
6. Mempersiapkan
diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.
G.
Peran Anggota
Keluarga terhadap Lansia
Dalam melakukan perawatan terhadap lansia, setiap
anggota keluarga memiliki peranan yang sangat penting. Ada beberapa hal yang
dapat dilakukan oleh anggota keluarga dalam melaksanakan perannya terhadap
lansia, yaitu:
·
Melakukan pembicaraan terarah
·
Mempertahankan kehangatan keluarga
·
Membantu melakukan persiapan makanan
bagi lansia
·
Membantu dalam hal transportasi
·
Membantu memenuhi sumber-sumber keuangan
·
Memberikan kasih sayang
·
Menghormati dan menghargai
·
Bersikap sabar dan bijaksana terhadap
perilaku lansia
·
Memberikan kasih saying, menyediakan
waktu serta perhatian
·
Jangan menganggapnya sebagai beban
·
Memberikan kesempatan untuk tinggal
bersama
·
Mintalah nasehatnya dalam
peristiwa-peristiwa penting
·
Mengajaknya pada acara-acara keluarga
·
Membantu mencukupi kebutuhannya
·
Memberi dorongan untuk tetap mengikuti
kegiatan-kegiatan diluar rumah termasuk pengembangan hobi
·
Membantu mengatur keuangan
·
Mengupayakan sarana transportasi untuk
kegiatan mereka termasuk rekreasi
·
Memeriksakan kesehatan secara teratur
·
Memberi dorongan untuk tetap hidup
bersih dan sehat
·
Mencegah terjadinya kecelakaan, baik di
dalam maupun di luar rumah.
·
Pemeliharaan kesehatan usia lanjut
adalah tanggung jawab bersama
·
Memberi perhatian yang baik terhadap
orang tua yang sudah lanjut, maka anak-anak kita kelak akan bersikap yang sama
H. Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia
Keluarga merupakan support system utama
bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan
lansia antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan
status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi serta memberikan
motivasi dan menfasilatsi kebutuhan spiritual bagi lansia.
II.
Landasan
Hukum
1.
UUD
1945, pasal 27 ayat 2 dan pasal 34UU No.9 tahun 1960, tentang pokok-pokok
Kesehatan
2.
UUD
1945, pasal 27 ayat 2 dan pasal 34
3.
UU
No.9 tahun 1960, tentang pokok-pokok Kesehatan
4.
Bab
I Pasal 1 ayat 1UU No 4 tahun 1965, tentang pemberian Bantuan penghidupan orang
tua
5.
No.5
tahun 1974, tentang pokok-pokok pemerintah di daerah
6.
UU
No.6 tahun 1974, tentang ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial Keputusan Presiden RI
7.
No.44 tahun 1974Program PBB tentang lansia, anjuran kongres International
WINA tahun 1983
8.
GBHN
1983/Pelita IV
9.
Keputusan Menteri Sosial RI No 44 tahun 1974, tentang
organisasi dan tata kerja Departemen
Sosial Propinsi
10. UU
No 10 tahun 1992, tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan
keluarga sejahtera.
11. UU No.11 tahun 1992 tentang dana
pension
12. UU No.23 tahun 1992 tentang
kesehatan
13. Ketetapan MPR Keputusan Menteri Sosial RI
No. 27 tahun 1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial
Propinsi Delapan jalur pemerataan dan pelayanan
kesehatan Hari Lanjut Usia Nasional yang di canangkan oleh Bapak
Presiden tanggal 29 Mei 1996 di Semarang
14. Undang Undang Kesejahteraan No. 13
tahun 1998, tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
15. Lanjut Usia Internasional tahun 1999
Sasaran WHO tahun 2000.
BAB
III
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Lansia
Lansia merupakan kelompok penduduk yang berusia 60
tahun ke atas. (Hardywinoto dan setiabudhi; 1999).
Pada lansia akan
terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau
mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahansehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki setiap kerusakan yang
terjadi. (Constantinides ;1994)
B.
Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam
memudahkan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan, dan
perawatan lanjut usia serta meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia.
Fungsi pelayanan dapat berupa pusat pelayanan sosial
lanjut usia, pusat informasi pelayanan sosial lanjut usia, pusat pengembangan
pelayanan sosial lansia dan pusat pemberdayaan lansia.
1.
Pendekatan Perawatan Lanjut Usia
a. Pendekatan
Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan
pendekatan fisik melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadianyang
dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh,
tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakitnya
yang dapat dicegah atau progresivitasnya. Perawatan fisik umum
bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
·
Klien
lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu
bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia
masih mampu melakukannya sendiri.
·
Klien lanjut usia yang pasif atau tidak
dapat bangun, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat
harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini, terutama tentang hal
yang terhubung dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan
kesehatannya.
b.
Pendekatan Psikis
Perawat
mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien
lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter terhadap
segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan
ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima
berbagai bdentuk keluhan agar lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu
memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service.
Bila ingin mengubah tingkah laku dan
pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan
dan bertahap. Perawat ahrus mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi
sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban. Bila perlu,
usahakan agar mereka merasa puas dan bahagia di masa lanjut usianya.
c. Pendekatan
Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan
cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial.
Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama sesame klien lanjut usia berarti
menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan pegangan
bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang
membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan
hubungan sosial, baik antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan
seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk mengadakan komunikasi, melakukan
rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk membaca surat kabar dan majalah.
Dengan demikian,
perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik dengan sesama mereka maupun
petugas yang secara lansung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial
bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan lansia dipanti sosial tresna
wherda.
2. Tempat
Yang Dapat Dijadikan Sebagai Aspek Pelayanan Bagi Lansia
a. Pelayanan
Sosial di Keluarga Sendiri
Home care service merupakan bentuk
pelayanan sosial bagi lanjut usia yangdlakukan di rumah sendiri atau dalam
lingkungan keluarga lanjut usia. Tujuan pelayanan yang diberikan adalah
membantu keluarga dalam mengatasi dan memecahkan masalah lansia sekaligus
memberikan kesempatan kepada lansia untuk tetap tinggal di lingkungan
keluarganya.
Pelayanan ini dapat diberikan oleh:
·
Perseorangan : perawat, pemberi asuhan
·
Keluarga
·
Kelompok
·
Lembaga / organisasi social
·
Dunia usaha dan pemerintah
Jenis pelayanan yang diberikan dapat
berupa bantuan makanan, bantuan melakukan aktivitas sehari-hari, bantuan
kebersihan dan perawatan kesehatan, penyuluhan gizi. Pelayanan diberikan secara
kontinu setiap hari, minggu, bulan dan selama lansia atau keluarganya
membutuhkan.
b. Foster
Care Service
Pelayanan sosial lansia melalui keluarga
pengganti adalah pelayanan sosial yang diberikan kepada lansia di luar keluarga
sendiri dan di luar lembaga. Lansia tinggal bersama keluarga lain karena
keluarganya tidak dapat memberi pelayanan yang dibutuhkannya atau berada dalm
kondisi terlantar.
Tujuan pelayanan ini adalah membantu
memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang dihadapi lansia dan keluarganya.
Sasaran pelayanannya adalah lansia terlantar, tidak dapat dilayani oleh
keluarganya sendiri.
Jenis-jenis
pelayanan yang diberikan dapat berupa
·
Bantuan makanan, misalnya menyiapkan dan
member makanan
·
Peningkatan gizi
·
Bantuan aktivitas
·
Bantuan kebersihan dan perawatan
kesehatan
·
Pendampingan rekreasi
·
Olah raga,dsb
c. Pusat
Santunan Keluarga (pusaka)
Pelayanan kepada warga lansia ini
diberikan di tempat yang tidak jauh daritempat tinggal lansia. Tujuan pelayanan
ini adalah membantu keluarga/lanjut usia dalam mengatasi permasalahan, memenuhi
kebutuhan, memecahkan masalah lansia sekaligus member kesempatan kepada lansia
untuk tetap tinggal di lingkungan keluarga.
Sasaran pelayanan adalah lansia yang
tinggal/berada dalam lingkungan keluarga sendiri atau keluarga pengganti.
Lansia masih sehat, mandiri tetapi mengalami keterbatasan ekonomi.
d. Panti
Sosial Tresna Wherda
Institusi yang member pelayanan dan
perawatan jasmani, rohani, sosial dan perlindungan untuk memenuhi kebutuhan
lansia agar dapat memiliki kehidupan secara wajar.
Pelayanan yang diberikan dalam bentuk
kegiatan, antara lain:
·
Kegiatan rutin
ü Pemenuhan
makan 3x/hari
ü Senam
lansia (senam pernafasan, senam jantung, senam gerak latih otak dsb)
ü Bimbingan
rohani/keagamaan sesuai dengan agama
ü Kerajinan
tangan (menjahit, menyulam, merenda)
ü Menyalurkan
hobi (bermain angklung, menyanyi, karaoke, berkebun)
·
Kegiatan waktu luang
ü Bermain
(catur, pingpong)
ü Berpantun/baca
puisi
ü Menonton
film
ü Membaca
Koran
3. Prinsip
Pelayanan
Dalam memberi asuhan keperawatan pada lansia,
dilaksanakan dengan memperhatikan bebrapa prinsip:
a. Tidak
memberi stigma, pada dasarnya proses menua disertai masalah seperti kesepian,
berkurang pendengaran, kurangnya penglihatan dan lemah fisik. Hal tersebut
merupakan proses alamiah.
b. Tidak
mengucilkan
c. Tidak
membesar-besarkan masalah
d. Pelayanan
yang bermutu
e. Pelayanan
yang cepat dan tepat
f. Pelayanan
secara komprehensif
g. Menghindari
sikap belas kasihan
h. Pelayanan
yang efektif dan efesien
i.
Pelayanan yang akuntabel
C. Pemeliharaan
dan Pelayanan
Pelayanan lansia (termasuk pelayanan kesehatan dan
perawatan) mempunyai tujuan kesejahteraan dan kemampuan lansia. Oleh karena
itu, pelayanan keperawatan harus diberikan kepada lansia, baik dalam dalam
keadaan sehat maupun sakit dengan membantu mempertahankan dan memberi semangat
hidup mereka.
Sasaran
upaya pelayanan kesehatan dan kesejahteraan lansia adalah:
1. Lansung
a. lanjut
usia aktif
o
komunikasi, informasi, dan edukasi
mengenai gizi, kesehatan dll
b. mempertahankan
kesehatan agar tetap mandiri
o
lanjut usia pasif (pelayanan promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitative, asuhan keperawatan.
2. Tidak
lansung
a. keluarga
lansia, masyarakat di lingkungan lansia, organisasi sosial masyarakat
b. pemeliharaan
kesehatan masyarakat di PSTW pada umumnya dilaksanakan oleh petugas kesehatan
puskesmas secara berkala
c. keperawatan
lansia yang sakit, lansia yang mengalami sakit yang cukup serius dan perlu
dirawat secra intensif, dirujuk ke rumah sakit yang lebih bagus.
Lansia yang sehat secara fungsional masih bisa
mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. Aktivitas sehari-hari maish penuh
dan mampu merawat diri sendiri. Asuhan keperawatan yang diperlukan adalah
pencegahan primer yang mengutamakan peningkatan derajat kesehatan dan
pencegahan penyakit.
D.
Permasalahan
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat
dihindarkan jika seseorang mengharapkan umur panjang. Penuaan merupakan bagian
dari siklus hidup manusia sebelum akhirnya meninggal dunia. Penuaan didefinisikan
sebagai menurunnya fungsi tubuh manusia untuk melakukan perbaikan akibat
kerusakan yang terjadi. Penuaan bukanlah merupakan suatu penyakit akan tetapi
merupakan suatu kondisi fisiologis, penurunan kondisi tubuh tersebut sering
menjadi penyebab rentannya lansia untuk terserang penyakit.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan
populasi penduduk terbesar di dunia, dan diprediksi akan menjadi negara yang
perpenduduk lansia terbesar ke empat di dunia setelah Cina, Amerika Serikat,
dan India. Jika melihat pada kondisi tersebut sudah dipastikan bahwa masalah
aktual yang akan dihadapi negara kita adalah masalah lanjut usia (lansia).
Seperti halnya negara-negara maju sekarang ini telah mengalaminya. Hanya saja
mereka lebih siap mengatasi masalah lansia karena asuransi sosial untuk
kesehatan, hari tua, dan pensiun telah berkembang secara menyeluruh.
Berbagai program telah diupayakan oleh Kementerian
Sosial untuk menangani permasalahan lansia di Indonesia. Mulai dari pelayanan
berbasis Panti Werdha bagi lansia terlantar, Program Day Care bagi lansia yang
masih memiliki anggota keluarga dan rumah sendiri akan tetapi membutuhkan
kesibukan dan aktifitas bersama dengan lansia lainnya disiang hari, Program Home
Care untuk memberikan perawatan sosial bagi lansia di rumahnya sendiri, dan
yang paling terakhir adalah dikembangkannya program Jaminan Sosial Lanjut Usia
(JSLU). Namun program diatas belum secara luas mengatasi permasalah lansia
karena keterbatasan jangkauan dan besarnya jumlah lanjut usia ada dengan
berbagai permasalahan yang kompleks.
Panti werdha dalam bahasa inggris sering di
identikkan dengan Social Residencial atau Elderly Hostels, Nursing Home, dan
Hospice. ketiga istilah tersebut diatas jika diartikan dalam bahasa indonesia
berarti Panti Werdha. Pada kenyataannya ketiga istilah diatas memiliki batasan
yang berbeda. Panti Werdha yang dilaksanakan di Indonesia lebih identik dengan
Social Residencial atau Elderly Hostels, yaitu pelayanan untuk mengatasi
permasalahan sosial lansia dalam hal perumahan atau tempat tinggal dan makan.
Pelayanan ditujukan kepada lansia terlantar baik karena kemiskinan maupun
keterlantaran. Lansia yang tinggal di fasilitas ini bisa kebanyakan lansia
dengan tingkat kemampuan fungsional (kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan
sehari-hari) mandiri atau dalam istilah kita adalah lansia yang masih
potensial.
Sementara Nursing Home jika diartikan dalam bahasa
Indonesia juga berarti Panti Werdha namun memiliki fokus yang berbeda. Nursing
Home adalah fasilitas pelayanan yang ditujukan kepada lansia yang mengalami
tingkat kemampuan fungsional partial care (membutuhkan bantuan sebagian dari
orang lain untuk memenuhii kebutuhan sehari-hari) maupun total care
(membutuhkan bantuan orang lain untuk semua kebutuhan sehari-hari) atau
bedridden (kondisi fisik yang hanya mampu berbaring di tempat tidur). Kondisi
ini jika dirawat di RS membutuhkan cost yang tinggi sedangkan jika dirawat
dalam keluarga sendiri sangat memberatkan anggota keluarga maupun care giver
lainnya.
Hospice juga bisa
diartikan sebagai Panti Werdha, akan tetapi lebih spesifik diperuntukkan bagi
lansia yang membutuhkan Paliative Care (perawatan paliatif) akibat kondisi
terminal ilnes (penyakit yang tidak dapat disembuhkan) atau kondisi menjelang
kematian. Kondisi penyakit terminal dan menjelang kematian
memerlukan perawatan khusus dan intensif. Prinsip penghargaan terhadap kualitas
hidup perlu diberikan agar lansia dalam menghadapi kematian dalam kondisi
terbebas dari nyeri/kesakitan atau dapat meninggal dengan damai dan
bermartabat.
Dewasa ini karakteristik lansia yang membutuhkan
pelayanan maupun yang telah dirawat dalam Panti Werdha telah berubah. Kebutuhan
pelayanan tidak hanya sekedar pada pemenuhan kebutuhan tempat tinggal (residencial)
dan makan saja akan tetapi lebih dari itu kebutuhan fisik dan psikososial
sangat perlu untuk diperhatikan. Penurunan kemampuan fisiologi tubuh lansia
akibat degenerasi menyebabkan lansia rentan untuk terserang penyakit bahkan
karena proses degenerasi yang terjadi mengantarkan lansia pada tahap kehidupan
akhir yaitu menjelang kematian. Pada kedua kondisi diatas tidak cukup pelayanan
hanya difokuskan pada residensialnya saja, akan tetapi lebih dari itu adalah
bagaimana pelayanan perawatannya yang bersifat paliatif, jangka panjang, dan
holistik.
Persyaratan surat keterangan berbadan sehat untuk
masuk kepanti penulis anggap tidak relevan lagi. Jika sehat didefinisikan
sebagai kondisi sejahtera baik fisik, mental, sosial dan spiritual serta
terhidar dari penyakit dan kelemahan, maka penulis katakan tidak ada lansia
(apalagi yang sudah berusia sangat lanjut)yang bisa dikatakan sehat. Tentu kita
tahu sangat sedikit lansia yang terbebas dari keluhan rematik. Proses
degenarasi menyebabkan penurunan penglihatan, penurunan koordinasi, penurunan
rentang gerak, penurunan kekuatan fisik, dll. Semua itu merupakan kelemahan,
dengan kata lain kondisi tidak sehat.
Persyaratan lainnya untuk diterima masuk ke Panti
Werdha adalah miskin dan terlantar perlu direvisi. Seleksi calon klien yang
didasarkan pada kriteria kemiskinan saja adalah sebuah hal yang diskriminatif.
Karena proses penuaan tidak hanya terjadi pada orang miskin saja akan tetapi
juga terjadi pada orang dengan berbagai tingkatan ekonomi. Mereka memiliki masalah
yang relatif sama yaitu masalah fisik (penyakit, kecacatan, kelemahan), psikis
(kesepian, terisolasi, kurang perhatian, depresi, harga diri rendah), sosial
(terlantar, perlakuan salah, korban penipuan), bahkan masalah spiritual
(distres spiritual, takut kematian, penolakan terhadap kehendak tuhan). Penuaan
tidak hanya hanya menyangkut masalah kemiskinan, akan tetapi melibatkan banyak
aspek.
Kondisi terlantar pun tidak bisa didefinisikan
parsial sebagai kemiskinan yang tidak mempunyai tempat tinggal dan sanak
keluarga saja dalam artian keterlantaran sosial atau ekonomi. Lebih dari itu
keterlantaranpun bisa terjadi secara psikis dan fisik. Tengok saja lansia di
kota-kota maupun di beberapa daerah lainnya, walaupun bergelimang dengan harta,
hidup dalam rumah mewah, atau memiliki banyak sanak keluarga, akan tetapi
secara psikis ia merasa terlantar karena kurangnya perhatian yang diberikan
oleh anggota keluarga lainnya akibat kesibukan masing-masing. Bahkan secara
fisik banyak yang terlantar karena tidak ada sanak keluarga yang bisa fokus
memberikan bantuan akibat ketidaktahuan dan ketidakmampuan atau mungkin karena
tidak adanya waktu luang anggota keluarga untuk memberikan bantuan.
Sering sekali Panti
Werdha ‘menolak’ (membatasi untuk masuk) lansia dengan kondisi tersebut diatas
karena dianggap memiliki kelemahan fisik, tingkat ketergantungan yang tinggi,
kecacatan, maupun penyakit yang sulit disembuhkan. Begitupun
lansia terlantar secara psikis dan fisik pun sering mengalami penolakan karena
dianggap masih memiliki sanak keluarga dan masih memiliki kemampuan ekonomi
yang baik. Padahal sebenarnya lansia seperti inilah yang “sangat” membutuhkan
panti werdha.
Kalau kita mau
cermati, tidak ada anggota keluarga yang mau memasukkan lansianya ke panti jika
keluarga tersebut masih sanggup untuk memberikan pelayanan dan perawatan
sendiri. juga tidak ada lasia yang mau masuk ke panti kalau kondisi fisiknya
masih kuat atau masih ada anggota keluarga yang sanggup memberikan perawatan. Lansia
dan keluarganya baru mau untuk masuk panti kalau kondisi lansia sudah sangat
menurun dan anggota keluarga tidak ada yang mempu memberikan perawatan. Dalam
kondisi seperti ini tidak peduli tingkat kemampuan ekonominya pasti yang
dibutuhkannya adalah Panti Werdha, bahkan keluarga dengan tingkat ekomomi
menengah keatas bersedia membayar berapapun besarnya biaya asalakan orang
tuanya mendapat perawataan maksimal. Sehingga jika dipersyaratakan lansia sehat
saja atau lansia yang miskin terlantar saja untuk masuk ke panti maka lansia
dalam kondisi lemah, sakit, dan cacat tentulah ditolak oleh pihak panti. Lalu
kalau mereka ditolak, Kemana mereka memperoleh pelayanan? siapa lagi yang mau
dilayani? Apakah hanya lansia dengan kondisi fisiknya sehat dan bugar saja?
Bagaimana kalau mereka sementara tinggal dipanti lalu jatuh sakit atau bahkan
uzur dan sekarat, Mampukah dilayani dengan pelayanan residensial yang ada?
Kondisi masyarakat
telah berubah, tidak lagi berkutak pada masalah kemiskinan, akan tetapi masalah
baru dari dampak tingginya kesejahteraan (spesifiknya masalah penuaan), maka
paradigma pelayanan Panti Werdha pun harus berubah. Konsep
pelayanan beberapa tahun yang lampau sudah perlu untuk diupgrade sesuai
tuntutan jamannya. Pelayanan perlu dikombinasikan antara residensial, nursing
home, dan hospis (valiatif care). Jika pelayanan seperti itu dikombinasikan
maka tidak akan ada penolakan pasien terlantar (sosial dan psikis) karena
kondisi fisiknya yang buruk. Tidak akan ada lagi lansia yang dikembalikan ke
keluarganya karena tidak sanggup dilayani di Panti dengan alasan keterbatasan
kemampuan fasilitas dan tenaga, bahkan tidak perlu lagi merujuk ke Rumah Sakti
lansia yang mengalami penyakit terminal atau yang sekarat akibat penuaannya
karena hal tersebut membutuhkan biaya yang lebih tinggi. Pelayanan panti yang
dikombinasi antara residensial, nursing home dan hospis menuntut ketersediaan
fasilitas perawatan jangka panjang (long term care) di dalam Panti Werdha.
fasilitas ini akan memberikan perawatan paripurna kepada lansia dengan tingkat
ketergantungan total maupun sebagian dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari
(activities of daily living).
E.
Pemecahan
Masalah
Fasilitas perawatan jangka panjang menuntut sebuah
komitmen yang kuat dari penyedia layanan karena membutuhkan biaya, fasilitas,
dan tim yang lengkap. Dalam penempatan klien perlu diidentifikasi berdasarkan
tingkat kemampuan fungsional. Bagi lansia dengan tingkat kemampuan fungsional
mandiri dan partial care dapat dilayani dengan sistem residensial, sendangkan
bagi lansia dengan tingkat kemamuan fungsional total care dan sebagian partial
care akibat proses degenerasi maupun karena penyakit terminal dilayani di
fasilitas perawatan jangka panjang. Oleh karenanya perlu disipkan ruangan dan
fasilitas khusus. Dalam fasilitas perawatan jangka panjang melibatkan beberapa
disiplin ilmu meliputi, dokter, perawat, pekerja sosial, nutrisionis, psikolog,
fisioterapis, dan rohaniawan yang bekerja secara tim berdasarkan peran dan
fungsi masing-masing untuk memenuhuni kebutuhan lansia secara holistik.
Fasilitas perawatan
jangka panjang ini sangat perlu menjadi bagian pelayanan panti werdha. barbagai
permasalahan lansia akan dapat teratasi terutama akibat kelemahan fisik akibat
proses degenerasi atau penuaan, dan memberikan penghargaan yang tinggi terhadap
lansia di akhir hayatnya.
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pada umunya setiap lansia sangat membututuhkan dan
menginginkan perhatian dan kasih sayang dari piha-pihak yang berada
disekitarnya.Lansia juga mempunyai hak dalam menentukan dimana ia ingin
menghabiskan masa tuanya, baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial
masyarakat tanpa paksaan dari pihak manapun.Perawat mempunyai tanggung jawab
yang besar dalam memberi motivasi kepada lansia dalam menjalani hari-hari
tuanya dan ikut membantu dalam pemenuhan kebutuhan lansia.Perawat harus
memberikan pelayanan yang terbaik bagi lansia, dan memiliki sifat yang sabar
dan telaten dalam menghadapi lansia
DAFTAR
PUSTAKA
1. Hasting,
Diana.1995.Perawatan di Rumah.Jakarta: Arcan
2. Hastings,
Diana.2005.Pedoman Keperawatan di Rumah.Jakarta: EGC
3. Stanley,
Mickey.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Jakarta:EGC
4. Watson,
Roger.2003.Perawatan pada lansia.Jakarta:EGC
5. Nugroho,
Wahyudi.2000.Keperawatan gerontik.Jakarta:EGC
6. L.Stockslager,
Jaime.2007.Asuhan keperawatan geriatric.Jakarta:EGC
7. Noorkasani,
S Tamher.2009.Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan askep.Jakarta:Salemba
Medika
8. Maryam,
R.Siti.2008.Mengenal usia lanjut dan perawatannya.Jakarta:Salemba Medika
9. Zang,
Mara Sherly.2003.Manual Perawatan di rumah.Jakarta:EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar