Dafter isi

t;

Minggu, 09 Juni 2013

SECTIO CAESARIA

1. Pengertian
Wiknjosastro, 2006; Hecker, 2001; Kasdu, 2003 menyatakan bahwa seksio caesaria atas indikasi cefalopelvik disproporsi adalah persalinan atau lahirnya janin dan plasenta melalui sayatan dinding abdomen dan uterus, karena disebabkan antara ukuran kepala dan panggul atau ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami.


2. Indikasi Seksio Caesaria
Menurut Hecker (2001) indikasi seksio caesaria di bagi menjadi tiga yaitu :
1) Ibu/ janin : distosia (ketidakseimbangan cefalopelvik, kegagalan induksi persalinan, kerja rahim yang abnormal).
2) Ibu : penyakit ibu (eklamsia/ preeklamsi yang berat, DM, penyakit jantung, kanker cervikal), pembedahan rahim sebelumnya (riwayat seksio caesaria, ruptur rahim yang sebelumnya, miomektomi), sumbatan jalan lahir .
3) Janin : gangguan pada janin, prolaps tali pusat, malpresentasi janin.

3. Mekanisme Persalinan Seksio Caesaria dengan CPD
Menurut Winknjosastro (2006) ada beberapa mekanisme persalinan yang berkaitan dengan posisi panggul yaitu :
a. Kesempitan pada pintu panggul atas : apabila konjugata vera kurang dari 10 cm, atau diameter trasversa kurang dari 12 cm. Panggul sempit mungkin menyebabkankepala tertahan oleh pintu atas panggul, maka dalam hal ini serviks uteri kurang mengalami tekanan kepala. Hal ini mengakibatkan inersia uteri serta lamanya pendataran dan pembukaan serviks.
b. Kesempitan panggul tengah : apabila ukuran panggul kurang dari 9,5 cm, perlu kita waspadai terhadap kemungkinan kesulitan pada persalinan, biasanya pada posisi oksipitalis posterior persisten atau presentasi kepala dalam posisi lintang tetap.
c. Kesempitan pintu bawah panggul : pintu bawah panggul bukan merupakan bagian yang datar, tetapi terdiri atas segitiga depan dan segitiga belakang yang mempunyai dasar yang sama, yakni distansia tuberum. Apabila ukuran yang terakhir ini lebih kecil dari pada biasa, maka sudut arkus pubis mengecil (<>

4. Dampak Persalinan Cefalopelvik Disproporsi
Wiknjosastro (2006) Apabila persalinan dengan disproporsi sefalopelvik dibiarkan berlangsung sendiri tanpa ada tindakan yang tepat, dapat timbul bahaya bagi ibu dan janin.
a. Bahaya bagi ibu dapat menyebabkan partus lama yang sering kali disertai pecahnya ketuban pada pembukaan kecil sehingga menimbulkan dehidrasi, asidosis dan infeksi intrapartum, rupture uteri, persalinan tidak maju dan mengalami tekanan lebih lama dapat menimbulkan gangguan sirkulasi akibatnya terjadi iskemia dan nekrosis.
b. Janin dapat menyebabkan partus lama dapat meningkatkan kematian, moulase kepala janin, terjadi robekan tentorium dan perdarahan intrakranial.
5. Adaptasi Fisiologi dan Psikologi Post Seksio Caesaria
a. Adaptasi Fisiologi
Menurut Bobak (2005) & Cuningham (2006) adaptasi fisiologi dibagi menjadi beberapa sistem diantaranya yaitu :
1) Sistem reproduksi.
a) Uterus
1. Involusi merupakan proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan, akibatnya otot-otot polos uterus berkontraksi pada waktu 12 jam, tinggi fundus uteri mencapai ± 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari mencapai ± 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan fundus uteri turun kira-kira 1-2 cm setiap 24 jam.
2. Kontraksi uterus meningkat setelah bayi lahir, terjadi karena hormon oksitosin yang dilepas oleh kelenjar hipofisis posterior.
3. After Pains rasa nyeri setelah melahirkan lebih nyata ditempat uterus yang teregang, menyusui dan oksitosin tambahan biasanya meningkatkan nyeri ini karena keluarnya merangsang kontraksi uterus.
4. Tempat plasenta terjadi pertumbuhan endometrium, regenerasi pada tempat ini biasanya tidak selesai sampai enam minggu setelah melahirkan.
5. Lokia. Menurut Huliana (2003) lokhea dibagi menjadi tiga jenis sesuai dengan warnanya sebagai berikut :
(a) Lokia rubra terdiri dari darah, sisa penebalan dinding rahim, dan sisa-sisa pemahaman plasenta. Lochea rubra berwarna kemerah-merahan dan keluar sampai hari ke-3 atau ke-4.
(b) Lokia serosa mengandung cairan darah, berupa serum dan lekosit. Lochea serosa berwarna kekuningan dan keluar antara hari ke-5 sampai ke-9.
(c) Lokia alba terdiri dari leukosit, lendir leher rahim (serviks), dan jaringan-jaringan mati yang lepas dalam proses penyembuhan. Loshea alba berwarna putih dan keluar selama 2-3 minggu.
b) Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan, 18 jam pasca partum, serviks memendek dan konsentrasinya menjadi lebih padat dan kembali ke bentuk semula.
c) Vagina dan Perineum
Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina dan hilangnya rugae vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu ke-4, walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara.
d) Payudara
Setelah bayi lahir terjadi penurunan konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara estrogen, progesterone, human chorionik, gonadotropin, prolaktin, dan insulin), oksitosin merangasang refleksi let-dowm (mengalirkan) menyebabkan ejeksi ASI.
e) Abdomen
Setelah melahirkan dinding perut longgar karena direngang begitu lama, sehingga otot-otot dinding abdomen memisah, suatu keadaan yang dinamai diastasis rektus abdominalis. Apabila menetap, efek ini dapat dirasa mengganggu pada wanita, tetapi seiring perjalanan waktu, efek tersebut menjadi kurang terlihat dan dalam enam minggu akan pulih kembali.
2) Sistem Endokrin
a) Hormon plasenta kadar estrogen dan progesterone menurun secara signifikan dan saat terendah adalah 1 minggu post partum.
b) Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium
Hipofisis dibagi menjadi dua, yaitu hipofisis anterior dan posterior. Hipofisis anterior mengsekresi hormon prolaktin untuk meningkatkan kelenjar mamae pembentukan air susu. Sedangkan hipofisis posterior Sangat penting untuk diuretik. Oksotosin mengkontraksi alveolus mamae sehingga membntu mengalirkan ASI dari kelenjar mamae ke puting susu.
3) Sistem Urinarius
a) Komponen Urine
BUN (Blood Urea Nitrogen), yang meningkat selama masa pascapartum, merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi selama 1-2 hari setelah wanita melahirkan .
b) Diuresis Pascapartum
Dalam 12 jam setelah melahirkan, mulai membuang kelebihan cairan yang tertimbun dijaringan selama hamil. Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil ialah diaforesis luas, terutama pada malam hari, selama 2-3 hari pertama setelah melahirkan.
c) Uretra dan Kandung Kemih
Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema, sering kali disertai daerah-daerah kecil hemorargi. Pada pasa pacapartum tahap lanjut, distensi yang berlebihan dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi sehingga mengganggu prosesberkemih normal.

4) Sistem Pencernaan
Anestesi bisa memperlambat pengambilan tonus otot dan motilitas otot saluran cerna ke keadaan normal sehingga defekasi bisa tertunda 2-3 hari, keadaan ini bisa juga karena pemberian analgesia sebelum operasi. Biasanya bising usus belum terdengar pada hari pertama setelah pembedahan, pada hari kedua bising usus makin masih lemah, dan usus baru aktif kembali pada hari ke-3 post operasi.
5) Sistem Kardiovaskuler
Denyut nadi dan jantung meningkat setelah melahirkan karena darah yang biasanya melintasi uretroplasma tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum. Namun, klien dengan anestesi spinal cenderung akan mengalami hipotensi yang disebabkan melebarnya pembuluh nadi sehingga darah berkurang.volume darah menurun ke kadar sebelum hamil pada 4 mingu setelah melahirkan. Hematokrit meningkat pada hari ke 3-7 pasca partum. Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12.000 /mm³. Selama 10 sampai 12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara 20.000 dan 25.000 /mm. Varises ditungkai dan disekitar anus akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir.
6) Sistem Neurologi
Pengaruh neurologi post operasi biasanya nyeri kepala, pusing, keram disebabkan pengaruh anestesi.. Lama nyeri kepala bervariasi dari 1-3 hari sampai beberapa minggu, tergantung pada penyebab dan efektifitas pengobatan.
7) Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskuloskeletal ibu terjadi selama masa hamil berlangsung secara lebih baik pada masa pascapartum. Sebagian besar wanita melakukan ambulasi 4-8 jam setelah melahirkan Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu ke-6 – ke-8 setelah melahirkan.
8) Sistem Integumen
Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Kulit meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, serta adanya diaforesis. Ciri yang paling khas adanya bekas luka sayatan operasi sesar di sekitar abdomen.

b. Adaptasi Psikologi
Menurut Mellyna (2003) adaptasi psikologi pada maternal meliputi :
1) Fase Taking In (1-2 hari). Fase ini merupakan periode ketergantungan yang biasanya ditunjukkan dengan prilaku sebagai berikut : fokus perhatian ibu pada dirinya sendiri, mudah tersinggung, ibu menjadi pasif terhadap lingkungannya dan nafsu makan ibu meningkat.
2) Fase Taking Hold (3-10 hari). Pada fase taking hold, ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya dalam merawat bayi. Selain itu perasaanya sangat sensitive sehingga mudah tersinggung jika komunikasinya kurang hati-hati. Oleh karena itu, ibu memerlukan dukungan karena saat ini merupakan kesempatan yang baik untuk menerima berbagai penyuluhan dan merawat diri dan bayinya sehingga tumbuh rasa percaya diri.
3) Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai menyesuaikan diri dari ketergantungan bayinya. Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat pada fase ini.


6. Komplikasi Post Seksio caesaria
Menurut Hanifa (2003) komplikasi yang mungkin akan ditemukan pada post seksio caesaria diantaranya :
a. Infeksi Puerperal (nifas)
1) Ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam masa nifas.
2) Sedang; dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dehidrasi dan perut sedikit kembung (Mochtar, Rustam, 1998; 121).
3) Berat, seperti peritonitis dan sepsis.
b. Perdarahan disebabkan karena banyak pembuluh darah yang terputus dan terbuka atau atonia uteri (kurangnya tonus otot pada dinding uteri).
c. Luka kandung kemih dan embolisme paru-paru.
d. Rupture uteri.

7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Marilynn E.(2001) data yang menunjangmeliputi :
a) Hemoglobin, hematokrit, mengkaji perubahan dari kadar pra operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
b) Urinalisis : kultur urine. Pemeriksaan tambahan didasarkan pada kebutuhan individual.

8. Penatalaksanaan Post Seksio Sesarea
Menurut Cunningham (2006) penatalaksanaan untuk klien post seksio sesarea meliputi :
a. Analgesik
Untuk wanita dengan ukuran tubuh rata-rata dapat suntik 75 mg meperidin IM setiap 3 jam sekali bila perlu untuk mengatasi rasa sakit atau dapat disuntikan dengan cara serupa 10-15 mg morfin sulfat. Obat-obatan antiemetik, misalnya prometasin 25 mg biasanya diberikan bersama-sama dengan pemberian preparat narkotik
b. Tanda-tanda Vital
Setelah dipindahkan ke ruang rawat, maka tanda-tanda vital pasien harus di evaluasi setiap 4 jam sekali. Jumlah urin dan jumlah darah yang hilang serta keadaan fundus uteri harus diperiksa, adanya abnormalitas harus dilaporkan. Selain itu suhu juga perlu diukur.
c. Terapi cairan dan diet
Untuk pedoman umum, pemberian 3 liter larutan, termasuk Ringer Laktat, terbukti sudah cukup selama pembedahan dan dalam 24 jam pertama berikutnya. Meskipun demikian, jika output urin di bawah 30 ml perjam, pasien harus dievaluasi kembali. Bila tidak ada manipulasi intra abdomen yang ekstensif atau sepsis, pasien seharusnya sudah dapat menerima cairan per oral satu hati setelah pembedahan. Jika tidak, pemberian infuse boleh diteruskan. Paling lambat pada hari kedua setelah operasi, sebagian besar pasien sudah dapat menerima makanan biasa.
d. Vesika urinaria dan usus
Kateter sudah dapat dilepas dari vesika urinaria setelah 12 sampai 24 jam post operasi. Kemampuan mengosongkan urinaria harus dipantau sebelum terjadi distensi. Gejala kembung dan nyeri akibat inkoordinasi gerak usus dapat menjadi gangguan pada hari ke-2 dan ke-3 post operasi. Pemberian supositoria rectal akan diikuti dengan defekasi atau jika gagal, pemberian enema dapat meringankan keluhan pasien.
e. Ambulasi
Pada hari pertama post operasi, pasien dengan bantuan perawat dapat bangun dari tempat tidur sebentar sekurang-kurangnya sebanyak 2 kali. Ambulasi dapat ditentuka waktunya sedemikian rupa sehingga preparat analgesik yang baru saja diberikan akan mengurangi rasa nyeri. Pada hari kedua, pasien dapat berjalan ke kamar mandi dengan pertolongan. Dengan ambulasi dini, trombosit vena dan emboli pulmoner jarang terjadi.

f. Perawatan luka
Luka insisi diinspeksi setiap hari, sehingga pembalut luka yang relative ringan tampak banyak plester sangat menguntungkan. Secara normal jahitan kulit diangkat pada hari ke empat setelah pembedahan. Paling lambat pada hari ke tiga post partum, pasien sudah dapat mandi tanpa membahayakan luka insisi.
g. Laboratorium
Secara rutin Ht diukur pada pagi hari setelah operasi, Ht harus segera dicek kembali bila terdapat kehilangan darah atau bila terdapat oliguri atau keadaan lain yang menunjukan hipovolemia. Jika Ht stabil, pasien dapat melakukan ambulasi tanpa kesulitan apapun dan kemungkinan kecil jika terjadi kehilangan darah lebih lanjut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar