CHOREA
DEFINISI
chorea berasal dari bahasa yunani yang berarti menari,pada chorea gerak otot berlangsung cepat, sekonyong-konyong, aritmik, dan kasar yang dapat melibatkan satu ekstremitas, separuh badan atau seluruh badan. Hal ini dengan khas terlihat pada anggota gerak atas (lengan dan tangan) terutama bagian distal. Pada gerakan ini tidak didapatkan gerakan yang harmonis antara otot-otot pergerakan, baik antara otot yang sinergis maupun antagonis.
Dengan kata lain korea adalah gerakan tak terkenali yang berupa sentakan berskala besar dan berulang-ulang, seperti berdansa, yang dimulai pda salah satu begian tubuh dan menjalar kebagian tubuh yang lainnya secara tiba-tiba dan tak terduga.
Gerak chorea dapat dibuat nyata bila pasien disuruh melakukan dua macam gerakan sekaligus, misalnya ia disuruh menaikkan lengannya keatas sambil menjulurkan lidah. Gerakan chorea didapatkan dalam keadaan istirahat dan menjadi lebih hebat bila ada aktivitas dan ketegangan. Korea menghilang bila penderitanya tidur.
ETIOLOGI
chorea bukan merupakan penyakit, tetapi merupakan gejala yang bisa terjadi pada beberapa penyakit yang berbeda. Seseorang yang mengalami chorea memiliki kelainan pada ganglia basalisnya di otak.
Tugas ganglia basalis adalah memperhalus gerakan-gerakan yang kasar yang merupakan perintahdari otak.
Pada sebagian besar kasus terdapat neurotransmiter dopamin yang berlebihan, sehingga mempengaruhi fungsinya yang normal. Keadaan ini bisa diperburuk oleh obat-obat dan penyakit yang menyebabkan perubahan kadar dopamin atau merubah kemampuan otak untuk mengenal dopamin.
Penyakit yang sering kali menyebabkan korea adalah penyakit huntington.
Berbagai penyebab chorea :
- Gangguan neurodegeneratif
- Herediter
- Autosomal dominan
- penyakit huntington
- Neuroacanthocytosis
- Ataksia spinoserebelar
- Penyakit fahr
- Autosomal resesif
- neuroacanthocytosis
- penyakit Wilson
- degenerasi nuronal dengan besi diotak
- akumulasi tipe I
- ataxia-telengiectasia
- ataksia Friedreich
- tuberous sclerosis
- X-linked recessive
- Mc Leod syndrome
- Sporadis atau penurunan yang tidak diketahui
- Atrofi olivopontocerebellar
- korea familial benigna
- korea fisiologis infancy
- korea senilis
- infeksi primer
- infeksi oportunistik
- Gangguan neurometabolik
- sindrom Lesch-Nyhan
- gangguan lysosomal storage
- gangguan aminoacid
- penyakit Leight’s
- porphyria
- Korea benigna
- herediter
- sporadik
- Infeksi
- penyakit creutzfeldt-jakob
- sindrom defisiensi imunitas yang didapat
- ensefalitis letargika
- Inflamatori
Sarkoidosis
- Lesi desak-ruang
- tumor
- malformasi arteri-vena
- Diinduksi obat
- anti konvulsan
- obat antiparkinson
- kokain
- amfetamin
- anti depresan trisiklik
- neuroleptik
- sindrom withdrawal emergent
- diskinesia tardif
- Diinduksi toksin
- intoksikasi alkohol dan penghentian
- anoksia
- monoksida karbon
- mangan
- merkuri
- thalium
- toluen
- Gangguan metabolik sistemik
- hipertiroidisme
- hipoparatiroidisme
- kehamilan
- degenerasi hepatoserebral akuisita
- anoksia
- cerebral palsy
- hiper-hiponatremia
- hipomagnesemia
- hipocalcemia
- beri-beri
- pelagra
- defisiensi vitamin B6 pada bayi
- imbalans elektrolit
- hiper-hipoglicemia
- nutrisi
- Dimediasi imunitas
- chorea sydenham
- chorea pasca-infeksi
- systemic lupus erythematosus (SLE)
- sindrom anti-fosfolipid antibodi
- purpura Henoch-Schonlein
- penyakit Behcet
- polyarteritis nodosa
- chorea paraneoplastik
- multipel sklerosis
- Vaskular
- infark
- hemoragi
- penyakit Moya-moya
- cerebral palsy
PATOFISIOLOGI
Fungsi ganglia basalis yaitu membentuk impuls yang bersifat dopaminergik dan GABAergik darisubstansia nigra dan korteks motoris yang berturut-turut disalurkan sampai kepallidum didalam thalamus dan korteks motoris. Impuls ini diatur dalam striatum melalui dua segmen yang paralel, jalur langsung dan tidak langsung melalui medial pallidum dan lateral pallidum/ inti-inti subtalamikus.
Aktifitas inti subtalamikus mengendalikan pallidum medial untuk menghambat impuls-impuls darikorteks, dengan demikian mempengaruhi parkinsonisme. Kerusakan inti subtalamikus meningkatkan aktifitas motorik melalui thalamus, sehingga timbul pergerakan involuntar yang abnormal seperti distonia, korea, dan pergerakan tidak sadar. Contoh klasik kerusakan fungsi penghambat inti subthalamicus adalah balismus.
Sindrom chorea yang paling sering dipelajari adalah chorea Huntington, oleh karena itu patofisiologi dari penyakit Huntington berlaku pada chorea dan akan menjadi focus diskusi dibawah ini.
- MEKANISME DOPAMINERGIK
Pada chorea Huntington, komposisi dari striatal dopamine normal, mengindikasikan bahwa kelainan utama yang mengancam jiwa, tetapi sudah terkena penyakit, ukuran menengah, pada striatal saraf-saraf dopaminergik. Zat-zat farmakologik yang dapat menurunkan kadar dopamine (seperti reserpine, tetrabenazine) atau memblok reseptor dopamine (seperti obat-obatneuroleptik) dapat menimbulkan chorea. Sejak obat-obatan yang menurunkan komposisi dopamine striatal dapat menimbulkan chorea, meningkatkan jumlah dopamine akan menambah buruk seperti pada chorea yang diinduksi levodopa yang terlihat pada penyakit Parkinson.
- MEKANISME KOLINERGIK
Konsep dari mekanisme ini yaitu menyeimbangkan antara acetylcholine dan dopamine yang merupakan hal penting bagi fungsi striatum yang normal memberikan hal penting untuk memahami penyakit parkinson.Pada fase awal penyakit parkinson obat-obat anti kolinergik digunakan umum, khususnya saat tremor sebagai gejala predominan. Gejala-gejala parkinson lain seperti bradikinesia dan rigiditas juga dapat terjadi.
Perkembangan korea pada pasien yang diberikan obat-obat kolinergik seperti triheksipenidil merupakan pengamatan klinis yang umum. lebih lanjut obat visostigmin intra vena (antikoliesterase sentral)dapat mengurangi korea untuk sementara.dengan cara yng sama korea yang diinduksi antikolinergik dapat menjadi lebih berat dengan pemberian visostigmin.
Dalam ganglia basalis pasien dengan penyakit huntington terjadi pengurangan kolin asetil transferase, yaitu enzim yang mengkatalisator sintesis asetil kolin. Berkurangnya reseptor kolinergik muskarinik juga telah ditemukan. Dua pengamatan ini dapat menjelaskan bermacam-macam respon terhadap visostigmin dan efek terbatas dari prekursor asetilkolin, seperti kolin dan lesitin.
- MEKANISME SEROTONERGIK
Manipulasi dari sriatal serotonin dapat berperan dalam pembentukan dari berbagai macam pergerakan abnormal. Penghambatan pengambilan kembali serotonin seperti fluoksetin dapat menimbulkan parkinsonisme, akinesia, mioklonus, atau tremor.
Peranan serotonin (5-hidroksi triptamin) dalam pergerakan chorea kurang jelas. Striatum mempunyai konsentrasi serotonin yang relatif tinggi. Penatalaksanaan farmakologik tuuntuk merangsang atau menghambat reseptor serotonin pada korea huntington tidak menunjukkan efek, mengindikasikan kontribusi terbatas serotonin dalam patogenesis korea.
- MEKANISME GABAergik
Lesi yang paling konsisten pada chorea huntington terlihat dengan hilangnya saraf-saraf dalam ganglia basalis yang mensintesis dan mengandung GABA. Arti dari semua ini tidak diketahui. Bermacam-macam tehnik farmakologi untuk meningkatkan GABA didalam sistem saraf pusat telah dicoba, bagaimanapun tidak ada manfaat yang diperoleh.
- SUBSTANSI P DAN SOMATOSTATIN
Substansi P telah diketahui berkurang pada penyakit huntington, sementara itu somatostatin meningkat. Arti dari semua ini belum diketahui.
GAMBARAN KLINIS
- Diagnosis korea ditegakkan berdasarkan gejala klinis
- Gerak korea melibatkan jari-jari dan tangan, diikuti secara gradual oleh lengan dan menyebar ke muka dan lidah. Bicara menjadi cadel. Bila otot faring terlibat dapat terjadi disfagia dan kemungkinan pneumonia oleh aspirasi. Sensibilitas normal.
- Gerakan terjadi secara tiba-tiba dan tak terduga, dan akan berkurang atau menghilang jikapenderita tertidur, tetapi akan bertambah buruk jika melakukan aktivitas atau mengalami tekanan emosional.
- Pasien yang menderita korea tidak sadar akan prgerakan yang tidak normal, kelainan mungkin sulit dipisahkan. Pasien dapat menekan korea untuk sementara dan sering beberapa gerakan tersama (parakinesia). Ketidak mampuan untuk mengendalikan kontraksi voluntar (impersisten motorik), seperti terlihat selama tes menggenggam manual atau mengeluarkan lidah, adalah gambaran karakteristik dari korea dan menghasilkan gerakan menjatuhkan objek dan kelemahan. Peregangan refleks otot sering beersifat hung up dan pendular. Pada beberapa pasien yang terkena gerakan berjalan seperti menari dapat ditemukan. Berdasarkan pada penyebab dasar korea gejala motorik lain termasuk disartria, disfagia, ketidakstabilan postural, ataksia, distonia, dan mioklonus. Suatu diskusi dari manifestasi klinis yang paling umum pada penyakit korea telah dijelaskan disini.
1. Penyakit Huntington
- Penetrance penyakit huntington adalah 100 %. Ekspresi penyakit ini sangat berfariasi tergantung menifestasi klinis dan onset umur. Saat kelainan muncul lebih awal, terutama pada pasien berumur kurang dari 20 tahun, hampir bisa dipastikan akan berkembang cepat dengan adanya kelainan kognitif.
- Varian Westhal yaitu kelainan distoni kaku, mungkin dibarengi kejang dan mungkin mioklonus. Varian ini terutama pada pasien dengan onset pada masa anak-anak. Sebagai pembanding, ketika kelainan terjadi pada akhir hidup tanda utama adalah korea.
- Onset kelemahan tersembunyi dapat dikenali keliru sebagai kelainan saraf sederhana. Walaupun korea dan kelainan motorik lain merupakan gejala yang cepat dikenali, mungkin bukan merupakan gejala yang paling awal dari timbulnya penyakit huntington.
- Perubahan kepribadian dan gangguan psikologis menjadi manifestasi awal pada 50 % kasus. Gejala yang tetap dengan depresi merupakan yang paling sering.
- Jangka waktu penyakit sampai timbulnya kematian sekitar 15 tahun pada kasus penyakit huntington dewasa dan 8-10 tahun pada jenis remaja.
2. Penyakit Wilson
- Gejala klinis tergantung dari umur. Pada anak-anak, penyakit bermanifestasi dengan distonia progresif, rigiditas dan disartria, serta disfungsi hati sedangkan pada orang dewasa terdapat gejala psikiatri, tremor, dan biasanya disartria predominan.
3. Neuroacanthocytosis
- Gejala biasanya berawal dengan menggigit bibir dan lidah (sering menyebabkan luka sendiri), distonia orolingual, suara dan gerakan tidak sadar, korea seluruh tubuh, parkinsonisme dan kejang. Pasien dengan neuroacanthocytosis dapat dilaporkan terjadi ketidakmampuan untuk makan sendiri karna distonia lidah setiap saat mereka akan makan.
- Gambaran lain termasuk gangguan kognitif dan perubahan kepribadian, disfagia, disartria, hamil trofi, arefleksia, bukti dari neuropati akson dengan kelainan lingkaran refleks, dan kenaikan serum kreatinin kinase tanpa bukti adanya miopati.
- Korea senilis : Kesatuan klinis ditandai oleh serangan chorea simetrik yang perlahan-lahan dan terutama tidak termasuk kelainan mental, gangguan emosional, atau riwayat keluarga oleh karna itu tes neurogenetik perlu dilakukan.
5. Korea sydenham
- chorea sydenham adalah manifestasi utama dari demam rematik akut dengan modifikasi kriteria JONES pada tahun 1992, manifestasi ini cukup bagi dokter untuk membuat diagnosis serangan pertama demam rematik akut. Ini telah dipertimbangkan sebagai suatu penyakit pada anak-anak, bagaimanapun mungkin terjadi pada orang dewasa. Korea rematik ditandai dengan kelemahan otot dan terjadinya korea. Pasien menunjukkan milkman grip sign, gaya berjalan kaku dan gangguan bicara.
- Gejala psikologis muncul dan secara kha mendahului gejala lain bahkan pergerakan korea. Emosi yang labil merupakan gejala yang umum, berkurangnya perhatian, gejala obsesif kompulsif, dan delainan anxietas juga dapat terlihat. Gejala-gejala dapat terjadi disamping infeksi streptokokus selama 1-6 bulan. Pada orang dewasa korea pos streptokokal generalisata dapat mempengaruhi pengendalian kelahiran dan kehamilan (korea gravidarum)
6. chorea herediter benigna
- Ini merupakan kelainan genetik autosomal dominan yang ditandai oleh pergerakan koreiform yang progresif yang terjadi pada masa anak-anak tanpa kelemahan intelektual. Membedakan secara klinis dari penyakit huntington tipe remaja dengan tidak adanya kejang, rigiditas atau gejala serebral.
PEMERIKSAAN FISIK
Sejak penyakit huntington merupakan penyakit koreatik yang paling jelas ditemukan tanda-tanda fisik sebagai berikut :
- Penyakit huntington
- chorea secara umum ditandai adanya kedutan pada jari-jari dan pada wajah. Seiring waktu, amplitudo meningkat, pergerkan seperti menari mengganggu pergerakan voluntar dari ekstremitas dan berlawanan dengan gaya berjalan. Berbicara menjadi tidak teratur.
- Tanda khas, pasien hipotonus meskipun demikian refleks-refleks mungkin bertambah dan mungkin ditemukan klonus.
- Gerakan volunter terganggu paling awal. Khususnya pergerakan mungkin tidak teratur.
- Hilangnya optokinetik nistagmus adalah tanda karakteristik setelah perkembangan penyakit. Kelainan kognitif dalam manifestasi awal dengan kehilangan memori baru dan pertimbangan melemah. Apraksia dapat juga terjadi.
- Kelainan prilaku neurologi berubah secara khas terdiri dari perubahan kepribadian, apatis, penarikan sosial, impulsif, depresi, mania, paranoia, delusi, halusinasi, atau psikosis.
- Varian Westphal didominasi oleh rigiditas, bradikinesia dan distoni. Kejang umum dan mioklonus dapat juga terlihat.
- Ataksia dan demensia dapat juga terjadi.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
- Diagnosis utama pada penyakit chorea didasarkan pada anamnesa dan penemuan klinis; akan tetapi pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat terutama untuk membedakan korea primer dan sekuner diantarany :
- Penyakit Huntington; satu-satunya pemeriksaan laboratorium untuk mengkonfirmasi penyakit ini adalah dengan cara tes genetik. Kelainan ini terdapat pada kromosom ke 4 yang ditandai dengan adanya pengulangan abnormal dari trinucleotide CAG, dimana panjang lengan menentukan lamanya serangan.
- Penyakit Wilson; rendahnya kadar seruloplasmin dalam serum dan meningkatnya kadar tembaga dalam serum pada pemeriksaan urin. Proteinuria ditemukan pada pasien yang mempunyai gangguan ginjal, tetapi tidak semua pasien mengalami hal ini. Pada pemeriksaan fungsi hati umumnya abnormal. Kadar amoniak dalam serum mungkin meningkat. Jika hasil diagnosa masih belum pasti maka biopsi hati akan sangat membantu dalam mengkonfirmasi diagnosa tersebut.
- Sydenham chorea; chorea dapat terjadi setelah infeksi streptokokus. Umumnya 1-6 bulan pasca infeksi, kadang-kadang setelah 30 tahun. Oleh karena itu, maka titer antibody antistreptokokus tidak begitu dipresentasikan. Tanpa bukti adanya infeksi streptokokus yang mendahului, maka diagnosa korea harus ditegakkan tanpa penyebab lain.
- Neuroachanthocytosis; Diagnosa ditegakan oleh adanya gambaran acanthosit pada darah perifer. Kadar kreatinin kinase serum mungkin meningkat.
- Pemeriksaan labolatorium lain yang digunakan untuk diferensial diagnosis dari pada chorea adalah pemeriksaan kadar complement, titer antinuclear antibody (ANA), titer antibody fosfolipid, asam amino dalam serum dan urin, tiroid stimulating hormone (TSH), thyroxine (T4), dan parathyroid (PTH).
MRI
- Pasien dengan HD dan choreo-acantocithosis menunjukkan adanya penurunan signal pada neostriatum, cauda, dan putamen. Tidak ada perbedaan penting pada penyakit ini. Penurunan signal neostriatal dihubungkan dengan adanya peningkatan zat besi.Atrofi umum, seperti halnya atrofi lokal pada neostriatum, pada sebagian cauda dengan adanya pelebaran pada bagian cornu anterior menandakan adanya penurunan signal pada neostriatal.
- Kebanyakan kasus sydenham chorea tidak menunjukkan adanya kelainan. Akan tetapi, pada beberapa laporan studi ditemukan adanya perbedaan volume pada cauda, putamen, dan globus pallidus dimana pada sydenham korea lebih besar dibanding yang normal. Pasien dengan hemibalimus menunjukkan adanya perubahan signal pada inti subthalamik kontra lateral, dan sedikit pada striatum atau nukleus thalamik.
- MRI otak pada pasien korea senilis menunjukkan adanya penurunan intensitas sinyal pada seluruh striatum (diakibatkan deposit besi) dan pada batas caput caudatus dan putamen, tetapi tidak ada arofi pada struktur tersebut.
POSITRON EMISSION TOMOGRAPHY (PET)
- Uptake fluorodopa (F-dopa) normal atau sedikit berkurang pada pasien dengan korea. Pada HD dan coreoacanthocytosis terjadi hipermetabolisme bilateral pada nucleus caudatus dan putamen.
- Pada pasien chorea dan demensia terjadi menurunan metabolisme glukosa pada korteks frontal, temporal dan parietal.
- Pada pasien korea benigna herediter dapat atau tidak terjadi penurunan metabolisme glukosa pada kauda.
- Penemuan metabolisme normal pada otak didaerah striatal dapat mengesampingkan kemungkinan HD. Hasil diagnosa HD yang terbatas dibuat dengan cara neurogenetik.
- Pada pasien hemikorea ditemukaan hipometabolisme pada inti kauda dan putamen kontralateral.
DIAGNOIS BANDING
1. Penyakit Huntington
- Penyakit hutington ditandai oleh trias gejala, yaitu gangguan gerak, gangguan kognitif dan gangguan psikiatri.
- Ekspresi penyakit ini sangat berfariasi tergantung menifestasi klinis dan onset umur. Saat kelainan muncul lebih awal, terutama pada pasien berumur kurang dari 20 tahun, hampir bisa dipastikan akan berkembang cepat dengan adanya kelainan kognitif.
- Varian Westhal yaitu kelainan distoni kaku, mungkin dibarengi kejang dan mungkin mioklonus. Varian ini terutama pada pasien dengan onset pada masa anak-anak. Sebagai pembanding, ketika kelainan terjadi pada akhir hidup tanda utama adalah korea.
- Onset kelemahan tersembunyi dapat dikenali keliru sebagai kelainan saraf sederhana. Walaupun korea dan kelainan motorik lain merupakan gejala yang cepat dikenali, mungkin bukan merupakan gejala yang paling awal dari timbulnya penyakit huntington.
- Perubahan kepribadian dan gangguan psikologis menjadi manifestasi awal pada 50 % kasus. Gejala yang tetap dengan depresi merupakan yang paling sering.
- Jangka waktu penyakit sampai timbulnya kematian sekitar 15 tahun pada kasus penyakit huntington dewasa dan 8-10 tahun pada jenis remaja.
2. Penyakit Wilson
- Gejala klinis tergantung dari umur. Pada anak-anak, penyakit bermanifestasi dengan distonia progresif, rigiditas dan disartria, serta disfungsi hati sedangkan pada orang dewasa terdapat gejala psikiatri, tremor, dan biasanya disartria predominan.
- Terdapat gangguan metabolisme tembaga yang mengakibatkan akumulasi tembaga sampai tingkat toksik di hati, otak, ginjal, mata, tulang.
- Gen yang terganggu berlokasi di kromosom 13.
3. Neuroacanthocytosis
- Gejala biasanya berawal dengan menggigit bibir dan lidah (sering menyebabkan luka sendiri), distonia orolingual, suara dan gerakan tidak sadar, korea seluruh tubuh, parkinsonisme dan kejang. Pasien dengan neuroacanthocytosis dapat dilaporkan terjadi ketidakmampuan untuk makan sendiri karna distonia lidah setiap saat mereka akan makan.
- Gambaran lain termasuk gangguan kognitif dan perubahan kepribadian, disfagia, disartria, hamil trofi, arefleksia, bukti dari neuropati akson dengan kelainan lingkaran refleks, dan kenaikan serum kreatinin kinase tanpa bukti adanya miopati.
KOMPLIKASI
- Pada beberapa pasien dapat berkembang menjadi rhabdomyolysis atau trauma local berkaitan dengan pergerakan abnormal yang adekuat.
- Aspirasi pneumonia dapat mengakibatkan terjadinya kematian pada beberapa pasien dengan neuroacanthocytosis karena berhubungan dengan adanya kesulitan menelan (distonia).
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
- Hanya bersifat simptomatik terhadap gejala-gejala yang ditemukan.
- Penggunaan agen neuroleptik sebagai antagonis reseptor dopamine. Yang biasa digunakan diantaranya haloperidol dan fluphenazine. Sedangkan yang jarang digunakan yaitu risperidone, olanzapine, clozapine, dan quetiapine. Dopamin depleting agen diantaranya reserpine dan tetrabenazine dapat diberikan sebagai pengganti.
- Obat GABAergik, seperti clonazepam dan gabapentin dapat digunakan sebgai terapi adjuvantif.
- Imunoglobulin intra vena dan plasmapharesis dapat digunakan untuk mengurangi gejala sydenham korea.
- chorea yang disebabkan oleh kelainan jantung dapat diobati dengan pemberian steroid.
PENGOBATAN
Tujuan akhir dari farmakoterapi adalah mengurangi angka kejadian dan mencegah komplikasi. Penyakit akan membaik setelah pemakaian Jika penyebabnya obat dihentikan. Untuk membantu mengendalikan pergerakan yang abnormal bisa diberikan obat yang menghalangi efek dopamin (misalnya obat anti psikosa).
Kategori obat : Antipsikotik – Berfungsi sebagai antagonis dopamine dan mempunyai efek sebagai anti spasmodik.
Nama Obat | Haloperidol (Haldol) – Biasanya digunakan untuk mengobati pergerakan irregular pada otot-otot muka. |
Dosis Dewasa | Dosis rendah: 0.5-1 mg/d PO; dosis >10 mg/d dapat sedikit atau tidak bermanfaat disbanding dosis yang rendah. |
Dosis Anak | Tidak ada |
Kontraindikasi | Hipersensitifitas, glaucoma sudut sempit, depresi sumsum tulang, penyakit kronis jantung dan hati, hipotensi, kerusakan otak subkortikal. |
Interaksi Obat | Dapat meningkatkan konsentrasi TCAs serum dan kadar obat-obat anti hipertensi: phenobarbital atau carbamazepine dapat mengurangi efek; anticholinergics dapat meningkatkan tekanan intraocular ; lithium dapat mengakibatkan encephalopathy-like syndrome |
Ibu Hamil | Keamanan penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan. |
Efek Samping | Pasien dapat mengalami gejala ekstrapiramidal seperti kekekuan, akinesia, distonik akut, diskineia tardive, sindrom neuroleptic. |
Nama Obat | Fluphenazine (Prolixin) – Inhibitor Di dopaminergik mesolimbic dan D2 yang sensitive didalam otak dan mengakibatkan perangsangan yang kuat terhadap alpa adrenergic dan anticholinergic. Dapat mendepresi reticular system. |
Dosis Dewasa | 0.5-1 mg/d PO dosis awal |
Dosis Anak | Tidak dilaporkan |
Kontraindikasi | Hipersensitivitas; glaucoma sudut sempit. |
Interaksi Obat | Dapat meningkatkan potensiasi efek narkotika. Depresi pernafasan; litium dapat mengakibatkan peningkatan efek CNS; barbiturate dapat meningkatkan pengurangan efek. |
Ibu hamil | Penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan. |
Efek Samping | Menimbulkan gejala extrapyramidal sebagai efek dari haloperidol, leukocytosis, eosinophilia.reaksi imun dermatologi, mulut kering dan konstipasi sebagai efek dari antikolinergik. |
Nama Obat | Clozapine (Clozaril) – Sebagai neuroleptic atypical, sediaan dalam tablet 25 mg dan 100 mg. Inhibitor norepinephrine, serotonergic, cholinergic, histamine, dan reseptor dopaminergic. Mekanisme kerja obat belum jelas. |
Dosis Dewasa | Chorea: 12.5 mg PO qd; dosis ditingkatkan setiap menggu sampai 50-75 mg PO qd Dystonia: Doses sampai 700 mg/d mungkin diperlukan. PD: 25-50 mg PO qd diperlukan untuk mengendalikan halusinasi. |
Dosis Anak | Tidak ada |
Kontraindikasi | Hypersensitivity; agranulocytosis; pulmonary embolism, diabetes mellitus, hepatitis, glaucoma sudut sempit, pembesaran prostat |
Interaksi Obat | Epinephrine dan phenytoin dapat mengurangi efek; agent dopamine-depleting lain, TCAs, neuroleptics, CNS depressants, guanabenz, and anticholinergics dapat meningkatkan efek. |
Ibu Hamil | Penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan. |
Efek Samping | agranulocytosis dan orthostatic hypotension; Obat yang dapat menyebabkan agranulocytosis, seperti carbamazepine dan ticlopidine; anticholinergic dapat menyebabkan pulmonary embolism atau hepatitis; dapat meningkatkan LFTs |
Nama Obat | Olanzapine (Zyprexa) — inhibitor serotonin, muscarinic, dan dopamine. |
Dosis Dewasa | Dosis awal 5-10 mg qd PO ; ditingkatkan sampai 10 mg PO qd tidak boleh lebih dari 20 mg/d |
Dosis Anak | Tidak ada |
Kontraindikasi | hypersensitivitas |
Interaksi Obat | Dapat meningkatkan efek Fluvoxamine; antihypertensi dapat meningkatkan resiko hypotensi dan orthostatic hypotensi; levodopa, pergolide, bromocriptine, charcoal, carbamazepine, omeprazole, rifampin, dan rokok dapat mengurangi efek. |
Ibu Hamil | Penggunaan pada kehamilan belum dilapokan. |
Efek Samping | Agranulocytosis belum dilapokan sampai saat ini; resiko efek extrapyramidal lebih kecil dibandingkan neuroleptic tradisional; |
Nama Obat | Risperidone (Risperdal) – Mengikat reseptor dopamin D2 dengan kekuatan 20 kali lebih lemah dibandingkan dengan reseptor 5-HT2. Meningkatkan gejala negatif dari psikosis dan mencegah timbulnya gejala extrapiramidal. |
Dosis Dewasa | 1 mg PO dosis awal; ditingkatkan perlahan-lahan sampai 4-6 mg/d |
Dosis Anak | Tidak ada |
Kontraindikasi | hypersensitivitas |
Interaksi Obat | Dapat meningkatkan efek Carbamazepine; dapat menghambat efek levodopa; dapat meningkatkan efek clozapine. |
Ibu Hamil | Penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan. |
Efek Samping | efek extrapyramidal kecil; dapat menyebabkan extrapyramidal reactions, hypotension, tachycardia, dan arrhythmia. |
Nama Obat | Quetiapine (Seroquel) — antagonis dopamine dan serotonin. |
Dosis Dewasa | 25 mg PO dosis awal; dinaikkan pelan-pelan dalam 2-3 dosis terbagi; tidak boleh melebihi 800 mg/d |
Dosis Anak | Tidak ada |
Kontraindikasi | hypersensitivitas |
Interaksi Obat | antagonize levodopa and agonis dopamine; phenytoin, thioridazine, dan enzyme hati dapat mengurangi efek. |
Ibu Hamil | Penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan. |
Efek Samping | orthostatic hypotension, tachycardia, dan syncope; neuroleptic malignant syndrome dihubungkan dengan perawatan ini. |
Kategori obat : Agen depleting dopamin – Agen ini mengurangi kadar dopamin pada sistem saraf pusat
Nama Obat | Reserpine (Serpasil) – Pengurangan norepinephrine dan epinephrine, pada giliranya dapat menekan fungsi saraf simpatis. |
Dosis Dewasa | 0.5 mg PO qd; menetap pada 1.0 mg PO qd |
Dosis Anak | Tidak ada rekomendasi |
Kontraindikasi | Hypersensitivitas; depresi mental. |
Interaksi Obat | Tricyclic antidepressants dapat mengurangi efek antihypertensi; baik digitalis maupun quinidine dapat meningkatkan resiko terjadinya aritmia jantung. |
Ibu Hamil | Penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan. |
Efek Samping | Sedasi dan ketidakmampuan berkonsentrasi atau melaksanakan tugas kompleks adalah efek yang kurang baik secara umum; depresi psychotic dapat terjadi, itu dapat mendorong kearah bunuh diri; harus dihentikan bila ada tanda –tanda depresi; jangan diberikan kepada pasien dengan riwayat depresi; efek lain berupa suara sengau, kekakuan dan exacerbasi ulcer peptik; orthostatic hypotensi dapat terjadi,tetapi umumnya tidak; parkinsonisme dapat terjadi. |
Nama Obat | Tetrabenazine (Nitoman) — Dopamine-depleting agent tersedia diseluruh dunia kecuali di Amerika Serikat. Kerja depleting dopamine neuron presynaptic dan menghambat reseptor dopamine postsynaptic. |
Dosis Dewasa | 25 mg PO qd dosis awal; dosis ditingkatkan sesuai dengan keadaan klinisdan keadaan-keadaan kurang baik. |
Dosis Anak | Tidak ada |
Kontraindikasi | Hypersensitivitas; depresi |
Interaksi Obat | Dapat meningkatkan efek dopamine-depleting agents (reserpine) dan dopamine-blocking agents seperti neuroleptics |
Ibu Hamil | Kontraindikasi pada ibu hamil |
Efek Samping | Pasien dapat mengalami anxiety, akathisia, confusi, tremor, dan pusing; Perhatikan penggunaanya dalam pemberian dengan obat hypotensi dan hypotensi ortostatik; karna tetrabenazin dapat mngurangi kadar dopamin maka cenderung memperberat gejala parkinson. |
Kategori obat : Benzodiazepine – Mengurangi kadar konsentrasi GABA dalam kauda, putamen, substantia nigra, dan globus pallidus.
Nama Obat | Clonazepam (Klonopin, Rivotril) – yang sering digunakan seperti antiepileptic, hypnotic, dan anxiolytic untuk perawatan korea. Golongan benzodiazepine meningkatkan transmisi GABAergik di CNS. |
Dosis Dewasa | 0.5 mg PO qd; meningkatatkan dosis mingguan sesuai dengan keperluan dan respon obat. |
Dosis Anak | Tidak ada |
Kontraindikasi | hypersensitivitas; penyakit hati; glaucoma sudut sempit. |
Interaksi Obat | Phenytoin dan barbiturates dapat mengurangi efek; |
Ibu Hamil | Penggunaan pada kehamilan belum dilaporkan |
Efek Samping | Menyebabkan penyakit pernafasan kronik atau kelemahan fungsi ginjal; sedasi, kehilangan keseimbangan, depresi dan kebingungan (konfusi) |
PROGNOSIS
- Prognosis tergantung pada penyebab. HD mempunyai prognosa yang buruk, dimana pasien akan meninggal diakibatkan oleh adanya komplikasi. Hal yang sama juga ditemukan pada pasien dengan neuroacanthocytosis yang mengalami pneumonia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar