Dafter isi

t;

Kamis, 06 Juni 2013

PLASENTA RESTAN

I. PENGERTIAN
Plasenta Restan adalah tertinggalnya sebagian plasenta (satu atau lebih lobus) dan uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif dan keadaan ini menimbulkan perdarahan.
Plasenta Restan adalah adanya sisa plasenta yang sudah lepas tapi belum keluar ini akan menyebabkan perdarahan banyak. Sebabnya bisa karena atonia uteri, karena adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III, yang akan menghalang plasenta keluar

Plasenta Restan adalah tertinggalnya bagian plasenta dalam uterus yang dapat menimbulkan perdarahan post partum primer atau perdarahan post partum sekunder.
Tertinggalnya sebagian plasenta yang sudah lepas tapi belum keluar dan uterus tidak dapat berkontraksi sehingga menyebabkan perdarahan banyak disebabkan karena atonia uteri, lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim akibat kesalahan penanganan kala III yang menghalangi plasenta keluar dan menimbulkan perdarahan post partum primer dan sekunder.
II. ETIOLOGI
Sebab-sebab plasenta belum lahir adalah kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta, plasenta melekat erat pada dinding uterus, karena atonia uteri atau salah penanganan pada kala III sehingga menyebabkan lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta.
III. TANDA DAN GEJALA
Pada perdarahan post partum dan akibat sisa plasenta ditandai dengan perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi baik. Pada perdarahan post partum lambat gejalanya sama dengan subinvolusi rahim yaitu perdarahan yang berulang atau berlangsung terus dan berasal dari rongga rahim. Perdarahan akibat sisa plasenta jarang menimbulkan syok.
Gejala yang lain adalah uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang.
Gejala dan tanda yang selalu ada :
1.Plasenta atau selaput yang mengandung pembuluh darah tidak lengkap
2.Perdarahan segera
Perdarahan sedikit dalam waktu lama tanpa disadari proses telah banyak kehilangan darah.
IV. DIAGNOSA
Penilaian klinis sulit untuk memastikan adanya sisa plasenta, kecuali apabila penolong persalinan memeriksa lengkapan plasen ta setelah plasenta lahir. Apabila kelahiran plasenta dilakukan oleh orang lain atau terdapat keraguan akan sisa plasenta maka untuk memastikannnya dengan eksplorasi dengan tangan, kuret, atau alat bantu diagnostik yang ultrasonografi. Pada umumnya perdarahan dari rongga rahim setelah plasenta lahir dan kontraksi rahim dianggap baik sebagai sisa plasenta yang yang tertinggal dalam rahim.
A. Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenaiepisode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.
B. Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.
C. Hitung darah lengkap: untuk menentukan tingkat hemoglobin (Hb) dan hematokrit (Hct), melihat adanya trombositopenia, serta jumlah leukosit. Pada keadaan yang disertai dengan infeksi, leukosit biasanya meningkat.
D. Menentukan adanya gangguan koagulasi dengan hitung protrombin time (PT) dan activated Partial Tromboplastin Time (aPTT) atau yang sederhana dengan Clotting Time (CT) atau Bleeding Time (BT). Ini penting untuk menyingkirkan perdarahan yang disebabkan oleh faktorlain.
V. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat terjadi meliputi:
1. Komplikasi yang berhubungan dengan transfusi darah yang dilakukan.
2. Multiple organ failure yang berhubungan dengan kolaps sirkulasi dan penurunan perfusi organ.
3. Sepsis
4. Kebutuhan terhadap histerektomi dan hilangnya potensi untuk memiliki anak selanjutnya.
Sisa plasenta dalam nifas menyebabkan
• perdarahan
• Infeksi
Perdarahan yang banyak dalam nifas hampir selalu disebabkan oleh sisa plasenta.
VI. PATOFISIOLOGI
Setelah bayi dilahirkan, uterus secara spontan berkontraksi. Kontraksi dan retraksi otot-otot  terus menyelesaikan proses ini pada akhir persalinan. Sesudah berkontraksi, sel miometrium tidak relaksasi, melainkan menjadi lebih pendek dan lebih tebal. Dengan kontraksi yang berlangsung kontinyu, miometrium menebal secara progresif, dan kavum uteri mengecil sehingga ukuran juga mengecil. Pengecian mendadak uterus ini disertai mengecilnya daerahtempat perlekatan plasenta.
Ketika jaringan penyokong plasenta berkontraksi maka plasenta yang tidak dapat berkontraksi mulai terlepas dari dinding uterus. Tegangan yang ditimbulkannya menyebabkan lapis dan desidua spongiosa yang longgar memberi jalan, dan pelepasan plasenta terjadi di tempat itu. Pembuluh darah yang terdapat di uterus berada di antara serat-serat oto miometrium yang saling bersilangan. Kontraksi serat-serat otot ini menekan pembuluh darah dan retaksi otot ini mengakibatkan pembuluh darah terjepit serta perdarahan berhenti.
Pengamatan terhadap persalinan kala tiga dengan menggunakan pencitraan ultrasonografi secara dinamis telah membuka perspektif baru tentang mekanisme kala tiga persalinan. Kala tiga yang normal dapat dibagi ke dalam 4 fase, yaitu:
1. Fase laten, ditandai oleh menebalnya duding uterus yang bebas tempat plasenta, namun dinding uterus tempat plasenta melekat masih tipis.
2. Fase kontraksi, ditandai oleh menebalnya dinding uterus tempat plasenta melekat (dariketebalan kurang dari 1 cm menjadi > 2 cm).
3. Fase pelepasan plasenta, fase dimana plasenta menyempurnakan pemisahannya dari dinding uterus dan lepas. Tidak ada hematom yang terbentuk antara dinding uterus dengan plasenta. Terpisahnya plasenta disebabkan oleh kekuatan antara plasenta yang pasif dengan otot uterus yang aktif pada tempat melekatnya plasenta, yang mengurangi permukaan tempat melekatnya plasenta. Akibatnya sobek di lapisan spongiosa.
4. Fase pengeluaran, dimana plasenta bergerak meluncur. Saat plasenta bergerak turun, daerah pemisahan tetap tidak berubah dan sejumlah kecil darah terkumpul di dalam rongga rahim. Ini menunjukkan bahwa perdarahan selama pemisahan plasenta lebih merupakan akibat, bukan sebab. Lama kala tiga pada persalinan normal ditentukan oleh lamanya fase kontraksi. Dengan menggunakan ultrasonografi pada kala tiga, 89% plasenta lepas dalam waktu satu menit daritempat implantasinya.
Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sering ada pancaran darah yang mendadak, uterus menjadi globuler dan konsistensinya semakin padat, uterus meninggi ke arah abdomen karena plasenta yang telah berjalan turun masuk ke vagina, serta tali pusat yang keluar lebih panjang.
Sesudah plasenta terpisah dari tempat melekatnya maka tekanan yang diberikan oleh dinding uterus menyebabkan plasenta meluncur ke arah bagian bawah rahim atau atas vagina. Kadang-kadang, plasenta dapat keluar dari lokasi ini oleh adanya tekanan inter-abdominal. Namun, wanita yang berbaring dalam posisi terlentang sering tidak dapat mengeluarkan plasenta secara spontan. Umumnya, dibutuhkan tindakan artifisial untuk menyempurnakan persalinan kala tinggi. Metode yang biasa dikerjakan adalah dengan menekan dan mengklovasi uterus, bersamaan dengan tarikan ringan pada tali pusat.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pelepasan Plasenta :
1. Kelainan dari uterus sendiri, yaitu anomali dari uterus atau serviks; kelemahan dan tidak efektifnya kontraksi uterus; kontraksi yang tetanik dari uterus; serta pembentukan constriction ring.
2. Kelainan dari plasenta, misalnya plasenta letak rendah atau plasenta previa; implantasi di cornu; dan adanya plasenta akreta.
3. Kesalahan manajemen kala tiga persalinan , seperti manipulasi dari uterus yang tidak perlu sebelum terjadinya pelepasan dari plasenta menyebabkan kontraksi yang tidak ritmik; pemberian uterotonik yang tidak tepat waktunya yang juga dapat menyebabkan serviks kontraksi dan menahan plasenta; serta pemberian anestesi terutama yang melemahkan kontraksi uterus.
VII.PENANGANAN
1. Penemuan secara dini hanya mungkin dengan melakukan pemeriksaan kelengkapan plasenta setelah dilahirkan. Pada kasus sisa plasenta dengan perdaraahan post partum, sebagian pasien akan kembali lagi ke tempat persalinan dengan keluhan perdarahan.
2. Berikan antibiotika, ampisilin, dosis awal 19 IV dilanjutkan dengan 3×1 gram oral dikombinasikan dengan metronidazol 1 gram supositoria dilanjutkan dengan 3×500 mg oral.
3. Lakukan eksplorasi (bila servik terbuka) dan mengluarkan bekuan darah, atau jaringan. Bila servik hanya dapat dilalui oleh instrument lakukan evaluasi sisa plasenta dengan AMV atau dilatasi dan kuretase.
4. Bila kadar Hb < 8 mg % berikan tranfusi darah. Bila kadar Hb > 8 gr % , berikan sulfas ferosus 600 mg/ hari selama 10 hari
VII.PENATALAKSANAAN
1. Lakukan periksa dalam, keluarkan selaput ketuban dan bekuan darah yang masih tertinggal
2. Lakukan masase uterus
3. Jika ada perdarahan hebat, ikuti langkah-langkah pelaksanaan atonia uteri
Penatalksanaan Atonia Uteri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar