CERITA TENTANG
PAKU DAN LIDAH
Seorang
anak seringkali terlibat percekcokan dengan teman-temannya, bahkan si anak
seringkali marah-marah terhadap siapapun termasuk kepada ayahnya sendiri. Si
ayah sudah habis menasihati sang anak, namun si Anak tidak juga mengerti dan
faham serta mengikuti apa yang menjadi nasihat orangtuanya. Sang ayah sudah
merasa jengkel. Sang Ayah berfikir, akhinrnya menemukan satu ide, Yaitu Cerita
Paku dan Lidah.
Berbekal
paku sebanyak satu kilogram, sang ayah mengajak anaknya bermain dan belajar
menempelkan paku.
Sang ayah meminta kepada anaknya
dengan menggunakan paku tersebut.
“Ayah sudah membeli paku sebagai
bahan permainan kita, ayah ingin kamu yang jadi pemain intinya, ayah menjadi
lawan main kamu, karena kamu sebagai pemain intinya maka kamu yang harus
memegang paku ini,” ucap sang Ayah.
“Bagaimana cara mainnya Ayah?,” Tanya
sang anak mengulangi.
“Ayah punya paku sebanyak satu
kilogram, cukup banyak bukan? Nah, paku-paku ini kamu tancapkan sama pagar
halaman rumah kita, namun ditancapkannya setiap kali kamu marah,”ujar sang
Ayah.
Jadi Satu kali marah, si anak
menancapkan paku ke pagar. Dua kali marah, paku tersebut ditancapkannya lagi. 3
kali, 4 kali, 5 kali, hingga akhirnya paku tersebut habis dan memenuhi
kayu-kayu yang menjadi pagar rumahnya.
“Horeeee ayah aku berhasil, pakunya
telah habis aku tancapkan ke pagar, liat Ayah, semua pagar sudah penuh oleh
paku,” teriak sang anak kegirangan.
“Wah pinter kali kamu ya,” ucap sang
ayah, pura-pura bangga dan memuji.
Lalu sang ayah meminta agar si anak
mencabutnya kembali paku-paku tersebut, tapi dengan satu syarat bahwa jika sang
anak mampu menahan emosinya. Sang ayah memberikan iming-iming sepeda baru jika
si anak berhasil mencabut semua paku tersebut.
Sang anak pun menyetujuinya walaupun
merasa berat. Satu kali dapat menahan emosi, satu paku dia cabut, 2 kali dapat
menahan emosi 2 paku dapat dia cabut, dan akhirnya si anak berteriak kembali
karena berhasil mencabut semua isi paku.
“Namun sebelum ayah belikan sepeda
baru, coba perhatikan pagar-pagar tersebut,” lanjut sang Ayah.
“Iya Ayah memangnya kenapa?”Tanya
sang anak.
“Coba liat paku-paku tersebut
meninggalkan lubang yang sangat dalam, jika saja kayu memiliki darah barangkali
akan merasa kesakitan dan dilumuri darah. Biarpun paku-paku sudah dicabut tetap
saja meninggalkan lubang-lubang tersebut,” Jawab sang Ayah.
“Paku tersebut diibaratkan dengan
lidah kamu, ketika lidah kamu mengucapkan kata-kata yang kasar karena
marah-marah, maka lidahmu tersebut akan meninggalkan luka pada orang yang kita
marahi. Seterusnya
seperti itu. Kemudian ketika kamu menyadari kesalahan kamu, yang Ayah ibaratkan
dengan mencabut paku, maka lubang paku akan tetap tinggal di kayu tersebut,
artinya bahwa bilapun kita sudah minta maaf pada orang yang kita marahi, luka
tersebut akan tetap menempel pada seseorang, walaupun seseorang tersebut sudah
memaafkan kamu,” jelas sang Ayah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar