Dafter isi

t;

Rabu, 24 Oktober 2012

Sirosis Hepatis


Sirosis hepatis  adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan regenerasi,dan regenerasi sel-sel hati, sehingga timbul kekacauwan dalam susunan parenkim hati.

Etiologi
            Secara marfologi, sirosis dibagi menjadi atas jenis mikronodular (portal) makronodular(pascanekrotik) dan jenis campuran, sedang dalam klinik dikenal 3 jenis, yaitu portal pascanekrotik, dan bilier. Penyakit-penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara lain maulnutrisi, alkoholime, virus hepatitis, kegagalan jantung yang menyebabkan bendungan vena hepatica, penyakit Wilson, hemokromatosis,zat tokasin dan lain-lain


Manifestasi Klinis
          Gejal terjadi akibat perubahan morfologi dan lebih menggambarkan beratnya kerusakan yang terjadi dari pada etiologinya. Didapatkan gejal dan tanda sevagai berikut:
1.      Gejala-gejala gastrointestinal yang tidak khas seperti anoreksia, mual,muntah dan diare
2.      Demam, berat badan turun,lekas lelah.
3.      Asites, hidrotoraks, dan edema.
4.      Ikterus,kadang-kadang urin menjadi lebih tua warnanya/ kecoklatan
5.      Hepatomegali, bila tlah lanjut hati dapat mengecil karena fibrosis. Bila secara klinis didapat adanya demam,ikterus, dan asites, dimana demam bukan oleh sebab-sebab lain, dikatakan sirosis, dalam keadaan aktif. Hati-hati kemungkinan akan timbulnya prekoma dan koma hepatikum
6.      Kelainan pembulu darah seperti koleteral-koleteral di dindidng abdomen dan toraks, kaput medusa, wasir dan varises esofagus
7.      Kelainan endokrin yang merupakan tanda dari hiperetogenisme yaitu:
a.       Impoten, atrofi testis ginekomatia, hilangnya rambut aksila, dan pubis.
b.      Amenore, hiperpigmentasi areola mammae.
c.       Spirder nevi dan eritema.
d.      Hiperpigmentasi.
8.      Jari tubuh.

Pemeriksaan Penunjang
Adanya anemia, ganguan faal hati(penurunan kadar albumin serum, peninggian kadar globulin serum, peninggian kadar bilirubin direk dan indirek), penurunan enzaim kolinesterase,serta peninggian SGOT daN SGPT.
Pemeriksaan terhadap alfa feto protein sering menunjukkan peningkatan. Untuk melihat kelainan secara histopatologi dilakukan biopsi hati

penatalaksanaan
1.      Istirahat di tempat tidur sampai terdapat perbaika ikterus, asites, dan demam
2.      Diet rendah protein(diet hati III: protein 1 g/kg BB, 55 g protein, 2000 kalori). Bila ada asites  dibeikan diet rendah garam II(600-800 mg ) atau III(1000-2000 mg) bila proses tidak aktif, diperlukan diet tinggi kaloli (2000-3000 kalori) dan tinggi protein (80-125 g/kg hari ). Bila ada tanda-tanda perokoma / koma hepatikum, jumlah protein dalam makan dihentikan(diet hati I) untuk kemudian diberikan kembali sedikit demi sedikit sesuai toleransi dan kebutuhan tubuh. Pemberian protein yang berlebihan kemampuan pasien / meningginya hasil metabolism protein dalam darah visceral dapt mengaktifkan timbunya koma hepatikum. Diet yang baik dilakukan dengan protein yang cukup perlu diperhatikan.
3.      Mengatasi infeksi dengan antibody,. Diusahakan memakai obat-obatan yang jelas tidak hepoatotoksik.
4.      Memperbaiki keadaan gizi, bila perlu dengan pemberian asam amino esensial berantai cabag dan glukosa.
5.      Roborasia. Vitamin B kompleks. Dilarang makan dan minum bahan yang mengandung alcohol.

Penatalaksana asires dan edema adalah :                                                                                     
1.       Istirahat dan diet rendah garam. Dengan istirahat dan diet rendah garam (200-500 mg perhari), kadang-kadang asiten dan edema telah dapat diatasi. Adakalanya harus dibantu dengan membatasi junlah pemasukan cairan selama 24 jam, hanya sampai 1 liter / kurang
2.       Bila dengan istirahat dan diet tidakdapat diatasi, diberikan pengobatan diuretic berupa spironolakton 50-100 mg/hari (awal) dan dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari bila serelah 3-4 hari tidak terdapat perubahan
3.       Bila terjadi asites refrakter (asites yang tidak dapat dikendalikan dengan terapi medikamentosa yang intensif) dilakukan  terapi parasintesis walaupun merupakan  cara pengobatan asites yang tergolong kuno dan sempat ditinggalkan karena berbagai komplikasinya, parasentesis  banyak dicoba  kembali  untuk digunakan. Pada umumnya parasentesis aman apabila disertai dengan infuse albumin sebanyak 6-8 g untuk setiap liter cairan asites. Selain albumin dapat pula digunakan dekstran 70%. Walaupun demikian untbila cairan tuk mencegah pembentukan asites setelah parasentesis, pengaturan diet rendah garam dan diuretic biasanya tetap diperlukan
4.       Pengendalian cairan asites. Diharapkan terjadi penurunan berat badan 1 kg/2 hari  / keseimbangan cairan negative 600-800 ml/hari. Hati-hati bila cairan terlalu banyak dikeluarkan dalam satu saat, dapat mencetuskan ensefalopati hepatic.

Komlikasi
            Hematemesis melena dan koma hepatikum

Prognosis
            Prognosis tergantung pada luasnya kerusakan hati/kegagalan hepatosesular, beratnya hiperyensi portal, dan timbulnya komplikasi lainya. Klasifikasi child dipakai sebagai petunjuk prognosis yang tidak baik dari pasien sirosis

Table 48.1 Kriteria Child (modifikasi)  pada penderita sirosis hepatis
Parameter klinis                                                    Derajat klasifikasi
                                                 1                           2                                    3
Bilirubin (mg/dl)                         < 2                       2-3                                 >3,0
Albumin (g/dl)                            >3,5                    3-3,5                              <3
Asites                                        tidak ada              terkontrol                       sulit dikontrol
Deficit neurologic                       tidak ada              minimal                           berat/koma
Nutrisi                                       baik                      cukup                             kurang

Kombinasi skor: 5-6 (child A), 7-9 (child B ),10-15 (child C )
Mortalitas child A pada operasi sekitar 10-15%,child B 30%,dan child C diatas 60%


Sumber:Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran UI , kapita Selekta Kedokteran edisi 3 jilid 1,2001

Tidak ada komentar:

Posting Komentar