LAPORAN
PENDAHULUAN
A. DEFINISI
Strabismus
adalah suatu keadaan dimana kedudukan kedua bola mata tidak ke satu arah.
(Sidarta Ilyas, 2001)
Strabismus
adalah suatu kelainan posisi bola mata dan bisa terjadi pada arah atau jarak
penglihatan tertentu saja. (Tamin Radjamin, dkk. 1984)
Strabismus adalah suatu cabang ilmu penyakit mata yang
mempelajari kelainan penglihatan
binokular yang disebabkan oleh tidak adanya satu atau lebih persyaratan.
Strabismus
adalah kedudukan kedua bola mata yg bisa berbeda arah satu sama lain pada
defiasi dari posisi sejajar bisa ke segala arah.
Strabismus
(mata juling) adalah suatu kondisi dimana kedua mata tidak tertuju pada satu
obyek yang menjadi pusat perhatian secara bersamaan. Keadaan ini bisa menetap
(selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul yang muncul dalam keadaan
tertentu saja seperti saat sakit atau stress. Mata yang tampak juling dapat
terlihat lurus dan yang tadinya tampak lurus dapat terlihat juling. (http://www.klikdokter.com)
Dalam
ilmu kedokteran khususnya mata, istilah JULING disebut juga
“STRABISMUS/SQUINT/CROSSED-EYE”. JULING adalah keadaan dimana kedua mata tidak
“straight” atau tidak terlihat lurus/posisi yang tidak sama pada kedua sumbu/as
mata. Orang tua sering mengekspresikan atau mengatakan sebagai “mata anak kami
tidak fokus”. (http://www.anakku.net/forum/mata-julingstrabismus)
B. ANATOMI
a. Otot dan Persyarafan
Gerakan Mata dikontrol oleh enam otot ekstrim okular
yaitu :
1. Empat
Otot rektus
§ Muskulus
Rektus medius, kontraksinya akan menghasilkan aduksi atau menggulirnya bola
mata kearah nasal dan otot ini dipersyarafi oleh saraf ke III {Okulomotor}
§ Muskulus
Rektus lateral, kontaksinya akan menghasilkan abduksi atau menggulirnya bola
mata kearah temporal & otot ini dipersyarafi oleh saraf ke IV {Abdusen}
§ Muskulus
Rektus superior,kontraksinya akan menghasilkan Elevasi, Aduksi & Intorsi
bola mata dan otot ini dipersyarafi ke III
§ Muskulus
rektus Inferior, kontraksinya akan menghasilkan depresi pada abduksi, ekstorsi
dan pada abduksi, dan abduksi 23 pada depresi otot ini dipersyarafi ke III
2. Dua
Otot Obligus
§ Muskulus
Obligus superior,kontraksinnya akan menghasilakn depresi intorsi bila berabduksi
39 ,depresi sat abdusi 51 dan bila sedang depresi akan berabduksi .otot ini dipersyarafi
saraf ke IV (troklear)
§ Muskulus
Obligus inferior ,dngn aksi primernya ekstorsi dlm abduksi sekunder oblik inferior adlah elevasi dlm abduksi.otot ini
dipersyarafi saraf ke III
b. Fasia
Otot rektus dan oblik diselubungi fasia.didekat titik
intersi otot-otot ini, Fasia melanjutkan diri
menjadi kapsul Tenon yg terdapat diantara sklera & konjungtiva,
fasia yg menyatu dengan struktur tulang orbita berfungsi
sebagai ligamen pengontrol otot-otot ekstraokuler dan membatasi rotasi bola
mata.
C. FISIOLOGI
a. Aspek
Motorik
Fungsi
masing – masing otot :
1. Musculus
Ralateralis mempunyai fungsi tunggal
untuk abduksi mata
2. Musculus
Rektus medialis untk aduksi ,sedang otot yg lain mempunyai fungsi primer &
sekunder tergantung posisi bola mata.
Otot
|
Kevia
primer
|
Kerja
sekunder
|
Rektus lateral
|
abduksi
|
-
|
Rektus medial
|
abduksi
|
-
|
Rektus superior
|
elavasi
|
Aduksi,intorsi
|
Rektus inferior
|
depresi
|
Aduksi,ekstorsi
|
Oblik superior
|
depresi
|
Intorsi,abduksi
|
Oblik inferior
|
elavasi
|
Ekstorsi,abduksi
|
Pergerakan dua bola mata (Binokuler) :
1.
Hukum
Hering
Pada setiap arah
gerakan mata secara sadar ,maka otot2 yg berpasangan akan terdapat sejumlah
rangsangan dalam jumlah yg sama besr sehingga menghasilkan
gerakan yg tepat & lancer.
2. Yoke
Muscles
Pada setiap gerakan mata yang
terkoordinir ,otot dari satu mata akan berpasaangan dengan otot mata yang lain
untuk menghasilkan gerakan mata dalam 6 arah kordinal
Ganguan pergerakan :
Bila terdapat satu atau
lebih otot mata yang tidak dapat mengimbabgi gerakan otot mata lainnya maka
akan terjadi gangguan keseimbangan gerakan mata sumbu penglihatan akan
menyilan mata menjadi
strabismus,diplopia.
a. Tonus
yang berlebihan
b. Paretic
/paralitic
c. Hambatan
mekanik
b. Aspek
Sensorik
Pada
penglihatan binokuler yanag normal bayangan dari objek yang menjadi perhatian
jatuh pada kedua fovea mata, impuls akan berjalan sepanjang optic pathway
menuju cortex talis dan diterima sebagai bayangan tunggal.
c. ETIOLOGI
a.
Faktor Keturunan
“Genetik
Pattern”nya belum diketahui dengan pasti, tetapi akibatnyasudah jelas. Bila
orang tua yang menderita strabismus dengan operasi berhasil baik, maka bila
anaknya menderita strabismus dan operasi akan berhasil baik pula.
b.
Kelainan Anatomi
1. Kelainan
otot ekstraokuler
§ Over
development
§ Under
development
§ Kelainan
letak insertio otot
2. Kelainan
pada “vascial structure”
Adanya kelaian hubungan
vascial otot-otot ekstraokuler dapat menyebabkan penyimpangan posisi bola mata.
3. Kelainan
dari tulang-tulang orbita
Kelainan pembentukan
tulang orbita menyebabkan bentuk dan orbital abnormal, sehingga menimbulkan
penyimpangan bola mata.
c.
Kelainan
pada saraf pusat yang tidak bisa mensintesa rangsangan.
d.
Fovea
tidak dapat menangkap bayangan.
e.
Kelainan
kwantitas stimulus pada otot bola mata.
f.
Kelainan Sensoris
Defect yang mencegah
pembentukan bayangan di retina dengan baik, antara lain :
§ Kekeruhan
media
§ Lesi
di retina
§ Ptosis
berat
§ Anomali
refraksi (terutama yang tidak terkoreksi)
g.
Kelainan Inervasi
1. Gangguan
proses transisi dan persepsi
Gangguan ini menyebabkan
tidak berhasilnya proses fusi.
2. Gangguan
inervasi motorik
§ Insufficiency
atau escessive tonik inervation dari bagian supra nuklear
§ Insufficiency
atau exessive inneration dari salah satu atau beberapa otot.
d. KLASIFIKASI
a. Menurut
Arah Deviasi
1. Exotropia
(Strabismus Divergen)
§ Frekuensi
lebih sedikit daripada esotropia
§ Sering
suatu exotropia dimulai dari exoforia yang kemudian mengalami progresifitas
menjadi intermittent exotopia yang pada akhirnya menjadi exotropia yang
konstan, bila tidak diberi pengobatan
§ Paling
sering terjadi monokuler, tetapi mungkin pula alternating.
§ Pengobatan
: tergantung penyebabnya, yang sering kasus ini memerlukan tindakan operasi.
2. Esotropia
§ Non
Paralytic (Comitant)
v Non
Akomodatif Esotropia
Ø Dibagi
menjadi :
· Esotropia
Infantil
Paling sering dijumpai.
Sesuai kesepakatan agar memenuhi syarat batasan, maka terjadinya esotropia
harus sebelum umur 6 bulan. Penyebab belum diketahui secara pasti.
· Esotropia
Didapat
ü Esotropia
Dasar
Timbulnya pada masa
anak-anak, tetapi tidak ada faktor akomodasi. Sudut strabismusnya mula-mula
lebih kecil daripada esotropia kongenital tetapi akan bertambah besar.
ü Esotropia
Miopia
Timbulnya pada orang
dewasa muda dan ada diplopia untuk memandang jauh, yang lambat laun akan untuk
memandang dekat.
Ø Tanda
klinik :
· Pada
yang monokuler : anomali refraksinya sering lebih menyolok pada satu mata
(anisometropia).
· Pada
yang alternating : anomali refraksinya hampir sama pada kedua mata.
Ø Pengobatan
:
· Oklusi
: tujuannya adalah menyamakan visus kedua mata yang ditutup ialah mata yang
baik. Oklusi ini dapat dikombinasikan dengan Orthoptica untuk mengembagkan
fungsi binokuler
· Operasi
v Akomodatif
Esotropia
Terjadi bila ada
mekanisme akomodasi fisiologis yang normal, tetapi ada divergensi fusi relatif
yang kurang untuk mempertahankan mata supaya tetap lurus.
Ada 2 mekanisme
patofisiologi yang terjadi :
Ø Hiperophia
tinggi yang memerlukan akomodasi kuat agar bayangan menjadi jelas, sehingga
timbul esotropia.
Ø Rasio
KA/A yang tinggi, yang mungkin disertai kelaina refraksi.
Kedua mekanisme ini dapat
timbul pada satu penderita
Ø Esotropia
akomodatif karena hiperophia
Hiperophia ini khas,
timbulnya pada usia 2-3 tahun, tetapi dapat juga terjadi pada bayi / usia yang
lebih tua
Ø Esotropia
akomodatif karena rasio KA/A yang tinggi
Terjadi reaksi knvergensi
abnormal sewaktu sinkinesis dekat. Kelainan refraksinya mungkin bukan
hiperophia, meskipun sering ditemukan hiperophia sedang.
Karena penyebabnya
hypermetropia, maka pengobatannya adalah kacamata. Bila pengobatan ditunda
sampai dari 6 bulan dari onsetnya, sering terjadi amblypobia. Untuk amblypobia
pengobatannya dengan oklusi terlebih dahulu.
v Kombinasi
Keduanya
§ Paralytic
(Non-Comitant)
v Pada
strabismus selalu ada salah satu / lebih otot ekstra okuler yang paralitik dan
otot yang paralitik selalu salah satu otot rectus lateral, biasanya sebagai
akibat paralisis syaraf abdusen.
v Penyebabnya
:
Ø Dewasa
: CVA, Tumor (CNS, Nasopharyng), Radang CNS (Central Nervous System), Trauma.
Ø Bayi
atau anak-anak : trauma kelahiran, kelainan kongenital.
v Pengobatan
:
Ø Operasi
pada parese yang permanen
Ø Pada
orang dewasa yang mengalami strabismus tiba-tiba, karena trauma dapat ditunggu
sampai ± 6 bulan, karena kemungkinan ada perbaikan sendiri. Selama periode ini
dapat dilakukan oklusi pada mata yang paralitik untuk menghindari diplopia.
3. Hypotropia
Deviasi satu mata kebawah
yang nyata dengan pemberian nama deviasi vertical berdasarkan kedudukan mata mana yang lebih tinggi tanpa
memperhitungkan penyakit spesifik yang menyebabkan arah pandangan satu mata ke bawah
(juling ke bawah).
4. Hypertropia
: juling ke atas
Deviasi satu mata keatas
yang nyata
Penyebab :
§ Kelainan
anatomi congenital
§ Pelekatan pita fibrosa abnormal
§ Cidera kepala
tertutup
§ Tumor orbita, kerusakan batang otak dan penyakit sistemik seperti miastemia gravis ,sklerosis
multiple dan penyakit grave.
b. Menurut
Manifestasinya
1. Heterotropia
: strabismus manifes (sudah terlihat)
Suatu
keadaan penyimpangan sumbu bola mata yang nyata dimana kedua penglihatan tidak
berpotongan pada titik fikasasi.
Penyebab:
§ Herediter
§ Anatomik
§ Kelainan refraksi
§ Kelainan persyarafan, sensorimotorik
§ Kombinasi
factor diatas
2. Heterophoria
: strabismus laten (belum terlihat jelas)
Penyimpangan
sumbu penglihatan yang tersembunyi yang masih dapat diatasi dengan reflek fusi.
c. Menurut
Sudut Deviasi
1. Comitant
Strabismus : sudut deviasi tetap konstan pada berbagai posisi
2. Non
Comitant Strabismus : sudut deviasi tidak sama, pada kebanyakan kasus
disebabkan kelumpuhan otot ekstraokuler, karenaya sering disebut “paralytic strabismus”.
d. Menurut
Kemampuan Fiksasi Mata
1. Unilateral
Strabismus : bila suatu mata yang berdeviasi secara konstan
2. Alternating
Strabismus : bila kedua mata berdeviasi secara bergantian
e. Menurut
Waktu Berlangsungnya Strabismus
1. Permanent
: mata tampak berdeviasi secara konstan
2. Pada
keadaan tertentu misalnya lelah, demam, dll. Mata kadang-kadang tampak
berdeviasi, kadang-kadang normal.
f. Sindrome
“A” dan “V”
Pada
pola “A” terlihat lebih banyak esodeviasi / lebih sedikit exodeviasi pada
pandangan keatas dibandingkan dengan pandangan ke bawah.
Pola
“V” menunjukkan lebih sedikit esodeviasi / lebih banyak exodeviasi pada
pandangan ke atas dibandingan dengan pandangan kebawah.
e. WOC
f.
MANIFESTASI KLINIS
a. Mata
lelah
b. Sakit
kepala
c. Penglihatan
kabur
d. Ambliopia
e. Fiksasi
silang
f. Hipermetropi
g. Diplopia
h. Hyperopia
i. Deviasi
pada mata
g. PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
a. E-chart
/ Snellen Chart
Pemeriksaan dengan
e-chart digunakan pada anak mulai umur 3 - 3,5 tahun, sedangkan diatas umur 5 –
6 tahun dapat digunakan Snellen chart.
b. Untuk
anak dibawah 3 th dapat digunakan cara
1. Objektif
dengan optal moschope
2. Dengan
observasi perhatian anak dengan sekelilingnya
3. Dengan
oklusi / menutup cat mata
c. Menentukan anomaly refraksi
Dilakukan retroskopi
setelah antropinisasidengan atropin 0,5 % - 1 %
d. Retinoskopi
Sampai usia 5 tahun
anomali refraksi dapat ditentukan secara objectif dengan retinoskopi setelah
atropinisasi dengan atropin 0,5 % - 1 %, diatas usia 5 tahun ditentukan secara
subbjektif seperti pada orang dewasa.
e. Cover
Test : menentukan adanya heterotropia
f. Cover
Uncovertest : menentukan adanya heterophoria
g. Hirsberg
Test
Pemeriksaan reflek cahaya
dari senter pada permukaan kornea.
Cara :
1. Penderita
melihat lurus ke depan
2. Letakkan
sebuah senter pada jarak 1/3 m = 33 cm di depan setinggi kedua mata pederita
3. Perhatika
reflek cahaya dari permukaan kornea penderita.
h. Prisma
+ cover test
Mengubah
arah optic garis pandang
i. Uji
Krimsky
Mengukur sudut deviasi
pada juling dengan meletakkan ditengah cahaya refleks kornea dengan prisma.
j. Pemeriksaan gerakan mata
§ Pemeriksaan
pergerakan monokuler
Satu mata ditutup dan
mata yang lainnya mengikuti cahaya yang digerakkan kesegala arah
pandangan,sehingga adanya kelemahan rotasi dapat diketahui .kelemahan seperti
ini biasanya karena para usis otot atau karena kelainan mekanik anatomic.
§ Pemeriksaan
pergerakan binokuler
Pada tiap-tiap mata
,bayangan yang ditangkap oleh fovea secara subjektif terlihat seperti terletak
lurus didepan .apabila ada 2 objek yang berlainan ditangkap oleh 2 fovea ,kedua
objek akan terlihat seperti terletak lurus didepan .apabila ada 2 objek akan
terlihat saling tindih,tetapi jika ada ketidak samaan menyebabkan fusi tidak
memberikan kesan tunggal.
h. PENATALAKSANAAN
a. Orthoptic
1. Oklusi
Mata yang sehat ditutup
dan diharuskan melihat dengan mata yang ambliop.oklusi sebagian juga harus bisa
dilakukan dengan membrane plastik, pita, lensa, atau mata ditutup dengan
berbagai cara.
2. Pleotic
3. Obat-obatan
4. Latihan
dengan synoptophone
b.
Memanipulasi akomodasi
1. Lensa
plus / dengan miotik
Menurunkan beban
akomodasi dan konvergensi yang menyertai
2. Lensa
minus dan tetes siklopegik
Merangsang akomodasi pada
anak-anak
c. Penutup
Mata
Jika
anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan merekomendasikan untuk melatih mata yang lemah
dengan cara menutup mata yang normal
dengan plester mata khusus (eye patch). Penggunaan plester mata harus dilakukan sedini mungkin dan mengikuti
petunjuk dokter. Sesudah berusia
8 tahun biasanya dianggap terlambat karena
penglihatan yang terbaik
berkembang sebelum usia 8 tahunPrisma
d. Suntikan
toksin botulin
e. Operatif
1. Recession
: memindahkan insersio otot
2. Resertion
: memotong otot ekstraokuler
i.
KOMPLIKASI
a. Supresi
Usaha
yang tidak disadari dari penderita untuk menghindari diplopia yang timbul
akibat adanya deviasinya.
b. Amblyopia
Menurunnya
visus pada satu atau dua mata dengan atau tanpa koreksi kacamata dan tanpa
adanya kelainan organiknya.
c. Anomalus
Retinal Correspondens
Suatu
keadaan dimana favea dari mata yang baik (yang tidak berdeviasi) menjadi sefaal
dengan daerah favea dari mata yang berdeviasi.
d. Defect
otot
Perubahan-perubahan
sekunder dari striktur konjungtiva dan jaringan fascia yang ada di sekeliling
otot menahan pergerakan normal mata.
e. Adaptasi
posisi kepala
Keadaan
ini dapat timbul untuk mengindari pemakaian otot yang mengalami efecyt atau
kelumpuhan untuk mencapai penglihatan binokuler. Adaptasi posisi kepala
biasanya kearah aksi dari otot yang lumpuh.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Doenges, Marilyyn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta :
EGC
Ilyas, Sidarta. 2001. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : FKUI
Kuncoro. Fungsi Sensorineural,
Unit 14.
Linda Jual, Carpenito. 1987. Buku
Diagnosa Keperawatan Edisi 6.
Jakarta : Buku Kedokteran.
Radjamin, Tamin. 1984. Ilmu
Penyakit Mata. Surabaya : Airlangga
University Press.
Vaughan, Daniel. 1995. Oftalmologi Umum. Jakarta : Medika
LAPORAN KASUS
I.
DATA UMUM
Nama : Tn. M
Umur : 18 tahun
Jenis
kelamin : Laki-laki
Alamat : Ds. Sugih Waras
Pekerjaan : Buruh Tani
Status : Belum kawin
II.
DATA DASAR
a. Keluhan
Utama
Klien
mengeluh matanya sering merasa lelah dan penglihatannya berkurang.
b. Riwayat
Penyakit Sekarang
Klien
mengatakan akhir-akhir ini dirinya susah memfokuskan penglihatannya dan klien
merasa susah jika melihat sesuatu pada jarak dekat. Keluarga mengatakan bahwa
mata klien seperti juling kedalam. Klien juga sering merasa nyeri pada mata
ketika memaksakan waktu melihat jarak dekat. Klien mengatakan malu atas
penyakit yang dideritanya.
c. Riwayat
Penyakit Dahulu
Klien
mengatakan bahwa dirinya sejak kecil susah melihat dengan jarak dekat.
d. Riwayat
Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa
tidak ada keluarga yang menderita penyakit yang sama.
e. Riwayat
Pengobatan Sebelumnya
Klien
tidak pernah memeriksakan matanya dan tidak pernah memakai kacamata.
f. Riwayat Psikososial
Hubungan pasien dengan keluarga, perawat dan orang lain
baik. Pasien kooperatif terhadap tindakan keperawatan dan tindakan pengobatan.
III.
PEMERIKSAAN FISIK
a. Keadaan
Umum
§ Baik,
kesadaran composmentis
§ Koordinasi
gerak bagus
§ Klien
tampak gelisah, sulit mengidentifikasi benda di sekitarnya
§ Klien
tampak menyeringai dan mengatakan sakit, klien memegangi matanya.
b. Riwayat
psikososial
§ Klien
terlihat menarik diri, apatis
§ Emosi
labil, gampang marah
§ Bertanya
tentang penyakitnya
c. Pemeriksaan
head to toe
1. Kepala
dan leher
§ Bentuk
kepala simetris
§ Keadaan
kulit bersih, lembab, tidak pucat
§ Tidak
ada lesi dan tonjolan pada kulit
§ Mata
tidak simetris, OS menyimpang ke dalam
§ Tidak
ada pembesaran vena jugularis dan kelenjar getah bening
§ Klien
tampak mengedip-ngedipkan matanya setiap berusaha memfokuskan pandangan.
§ Hidung simetris, tidak ada hipersekresi, dan kepatenannya
baik.
2. Thoraks
§ RR
20 x/mnt, reguler
§ Bentuk
dada simetris
§ Nyeri
dada tidak ada
§ Bunyi
perkusi paru resonan
§ Suara
nafas vesikuler
§ Ekspansi
dada maksimal
§ Nadi
88 x/mnt, reguler
§ TD
120/80 mm Hg
3. Abdoment
§ Tidak
ada tonjolan dan lesi pada perut
§ Kulit
bersih, lembab
§ Perkusi
suara timpani
§ Bising
usus 8 x/mnt
4. Ekstremitas
§ Tonus
otot dalam batas normal
4
|
4
|
4
|
4
|
§ Tidak
ada tonjolan atau lesi di kulit
§ Akral
hangat
§ CRT
< 2 detik
d. Pemeriksaan
Penunjang
a. Cover
test : OS bergulir ke temporal untuk memfiksasi pada saat tertutup
b. Cover
Uncover Test : pada saat okluder dilepas, OS bergulir ke temporal untuk
fiksasi.
c. Hisberg
test : satu refleks cahaya jatuh tepat di pinggir pupil. Besar penyimpangan ±
15º
d. Pengindraan
:
Pemeriksaan
|
OD
|
OS
|
Visus
Gerakan bola
mata
Segmen
anterior :
Palpebra
Konjunctiva
Kornea
Pupil
Lensa
Segmen
posterior :
Retina
Lain-lain
|
6/40
Simetris
Bleparospasme
tidak ada
Hiperemi tidak
ada
Kuning
kecoklatan
Iris shadow +
Agak keruh
Tidak ada tear,
hole, blast
Lapang pandang
kabur relatif
|
1/300
Simetris
Bleparospasme
tidak ada
Hiperemi tidak
ada
Kuning
kecoklatan
Iris shadow –
Keruh
Tidak ada tear,
hole, blast
Kabur seluruh
lapang pandang
|
IV.
ANALISA DATA
Analisa Data
|
Etiologi
|
Masalah
|
DS
: Klien mengatakan penglihatannya berkurang dan tidak fokus, susah melihat
pada jarak dekat.
DO
:
OD
: visus 2,5 Dgerakan bola mata tidak simetris,lapang pandang kabur.
OS
: visus 2,5 D, lapang pandang kabur,
Cover Test bergulir ke temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal.
|
Strabismus
↓
Kehiangan
persepsi jarak, ukuran dan kedalaman
↓
Gangguan
persepsi sensori : penglihatan
|
Gangguan persepsi sensori : penglihatan
|
DS
: Klien mengatakan sering merasa nyeri terutama ketika berusaha melihat pada
jarak dekat.
DO
:
- Klien
tampak mengedipkan matanya setiap berusaha memfokuskan pandangan
- TTV
: RR: 20 x/mnt
TD: 120/80mmHg
Nadi: 88 x/mnt
Suhu: 36,5 ºC
- Klien
gampang marah, emosi labil
- Klien
tampak menyeringai dan mengatakan sakit, klien memegangi matanya.
|
Daya
akomodasi mata ↑
↓
Terus-menerus,
tidak dikoreksi
↓
Penyimpangan
otot mata
↓
strabismus
↓
Tidak
dikoreksi
↓
TIO
↑
↓
Nyeri
↓
Gangguan
rasa nyaman : Nyeri
|
Gangguan rasa nyaman : Nyeri
|
DS
: Klien mengatakan malu atas penyakit yang dideritanya
DO
: Klien terlihat menarik diri, apatis, Emosi labil, gampang marah
|
strabismus
↓
Perubahan
fungsi dan struktur mata
↓
Perasaan
negatif terhadap diri sendiri
↓
Gangguan
harga diri
|
Gangguan harga diri
|
DS
: klien mengatakan tidak mengetahui kelainan pada matanya dan tidak pernah
memeriksakan matanya.
DO:
klien banyak bertanya tentang penyakitnya, klien tampak gelisah, klien tidak
memakai kacamata.
|
hipermetropi
↓
Akomodasi
mata ↑
↓
Terus
menerus, tidak dikoreksi
↓
Penyimpangan
bola mata
↓
strabismus
↓
Tidak
dikoreksi
↓
Kurang
pengetahuan
|
Kurang Pengetahuan
|
DS
: Klien mengatakan penglihatannya berkurang dan tidak fokus, susah melihat
pada jarak dekat dan klien mengatakan tidak pernah memeriksakan matanya
DO
: Klien tampak gelisah, sulit mengidentifikasi benda di sekitarnya.
OD
: visus 2,5 Dgerakan bola mata tidak simetris,lapang pandang kabur.
OS
: visus 2,5 D, lapang pandang kabur,
Cover Test bergulir ke temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal
|
Strabismus
↓
Pandangan
mata kabur
↓
Kehilangan
persepsi jarak, ukuran, kedalaman
↓
Disorientasi
lingkungan
↓
Resiko
cidera
|
Resiko Cidera
|
V.
DIAGNOSA
1. Gangguan
persepsi sensori : penglihatan b/d hilangnya persepsi jarak, ukuran, dan
kedalaman yang ditandai dengan penglihatan berkurang dan tidak fokus, susah
melihat pada jarak dekat. OD : visus 2,5 Dgerakan bola mata tidak
simetris,lapang pandang kabur. OS : visus 2,5 D, lapang pandang kabur, Cover Test bergulir ke
temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal.
2. Gangguan
rasa nyaman : Nyeri b/d peningkatan TIO yang ditandai dengan Klien mengatakan
sering merasa nyeri terutama ketika berusaha melihat pada jarak dekat. Klien
tampak mengedipkan matanya setiap berusaha memfokuskan pandangan. TTV : RR: 20
x/mnt, TD: 120/80mmHg, Nadi: 84 x/mnt, Suhu: 36,5 ºC K, gampang marah, emosi
labil, lklien tampak menyeringai dan mengatakan sakit, klien memegangi matanya.
3. Gangguan
harga diri b/d perubahan fungsi dan struktur mata yang ditandai dengan klien
mengatakan malu atas penyakit yang dideritanya, klien terlihat menarik diri,
apatis, emosi labil, gampang marah.
4. Kurang
pengetahuan b/d kurangnya pajanan informasi yang ditandai dengan klien
mengatakan memeriksakan dirinya, klien banyak bertanya tentang penyakitnya, klien
tampak gelisah, klien tidak memakai kacamata.
5. Resiko
cedera b/d hilangnya persepsi jarak, ukuran dan kedalaman yang ditandai dengan klien
mengatakan penglihatannya berkurang dan tidak fokus, susah melihat pada jarak
dekat dan klien mengatakan tidak pernah memeriksakan matanya klien tampak
gelisah, sulit mengidentifikasi benda di sekitarnya, OD : visus 2,5 Dgerakan
bola mata tidak simetris,lapang pandang kabur. OS : visus 2,5 D, lapang pandang kabur, Cover Test bergulir ke
temporal, Cover Uncover Test bergulir ke temporal.
VI.
INTERVENSI
1. Diagnosa
: Gangguan sensori penglihatan b/d lapang pandang yang menurun.
Tujuan
:
§ Jangka
panjang : setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi cedera
yang dapat menyebabkan infeksi maupun komplikasi penyakit.
§ Jangka
pendek : pandangan klien tidak begitu kabur
Kriteria
Hasil :
-
Klien berpartisipasi dalam pengobatan
-
Tidak terjadi kehilangan ketajaman penglihatan
lebih lanjut
-
Mengenal gangguan sensori dan
berkompensasi terhadap perubahan.
-
Tidak terjadi infeksi ataupun komplikasi.
Intervensi
:
1) Bina
hubungan saling percaya dengan cara mengobrol dengan klien
R/: menjalin hubungan
yang meyakinkan
2) Tentukan
ketajaman penglihatan, catat apakah satu atau kedua mata terlibat dengan
menggunakan snellen chart
R/:
perkembangan penurunan visus mata berbeda sehingga dapat menentukan bagian mata
yang ditangani lebih dulu
3) Berikan patch mata pada klien.
R/: Membantu memfokuskan pandangn klien.
4) Motivasi klien untuk latihan melihat dengan menggunakan
patch mata.
R/: Membiasakan klien, membantu mengurangi derajat deviasi
bola mata.
5) Observasi
tanda dan gejala disorientasi
R/: dapat meningkatkan
kecemasan dan resiko cedera
6) Ingatkan
klien menggunakan kacamata katarak dan tetes mata
R/: untuk mempertajam
penglihatan dan penurunan resiko infeksi
7) Kolaborasi
dalam pemberian obat medriasis (atropine, skopalamin).
R/: mempercepat
penyembuhan dan memastikan ketepatan terapi.
2. Diagnosa
: Gangguan rasa nyaman nyeri b/d peningkatan TIO
Tujuan
:
§ Jangka
panjang : setelah diakukan perawatan selama 2x24 jam TIO berkurang sehingga
nyeri terkontrol
§ Jangka
pendek : klien menyatakan nyeri berkurang.
Kriteria Hasil :
-
Klien tampak tenang dan tidak gelisah
-
Klien menyatakan nyeri berkurang /
terkontrol
Intervensi
:
1)
Kaji skala nyeri (1-10)
R/: membantu menentukan tindakan perawatan
yang tepat
2)
Anjurkan klien istirahat dalam ruangan
R/: ketenangan dapat meningkatkan kenyamanan
dan waktu istirahat.
3)
Posisikan fowler
R/: meningkatkan kenyamanan.
4)
Kolaborasi
dalam pemberian obat anti nyeri
(analgesik) dan
pemberian obat mual (anti emetik)
R/: mempercepat penyembuhan dan memastikan
ketepatan terapi.
3. Diagnosa
: Gangguan harga diri b/d perubahan fungsi dan struktur mata
Tujuan
:
§ Jangka
panjang : Setelah mendapatkan
tindakan keperawatan dalam waktu 2x24 jam diharapkan klien mampu mengembalikan
konsep diri yang stabil.
§ Jangka
pendek : klien kembali memiliki kepercayaan diri.
Kriteria Hasil :
-
Klien tampak tenang dan tidak gelisah
-
Klien tidak menarik diri
-
Klien kembali bergaul dengan lingkungan
sekitar.
Intervensi
:
1) Memberikan perhatian yang lebih pada klien.
R/: Membantu mengembalikan kepercayaan diri klien
2)
Tidak
membiarkan klien mengisolasi diri
R/: Membantu agar klien dapat meningkatkan konsep dirinya
3)
Bantu
klien untuk mengekspresikan pikiran
R/: Membantu klien menyalesaikan masalah yang dialaminya.
4)
Bantu
klien dalam mengurangi ansietas yang ada.
R/:
Dengan penurunan ansietas, klien akan merasa bebannya
terkurangi
4. Diagnosa
: Kurang pengetahuan b/d kurangnya pajanan informasi
Tujuan
:
§ Jangka
panjang : setelah diakukan perawatan selama 2x24 jam klien bisa melakukan
prosedur yang didinstruksikan dengan benar dan dapat menjelaskan alasan
tindakan tesebut.
§ Jangka
pendek : klien menyatakan pemahamannya terhadap kondisi, prognosis dan
pengobatan.
Kriteria Hasil :
-
Melakukan instruksi / anjuran dengan
benar.
-
Dapat menjawab dan bertanya kepada pemberi
pelayanan
-
Aktif dan rutin melakukan pengobatan
-
Ingat selalu akan informasi yang didapat
dan dijadikan sebagai ilmu.
-
Tidak melakukan pengobatan diluar nalar
(seperti ke dukun, dll).
Intervensi
:
1) Memberi info secara lisan pada klien dan keluarga.
R/: info lisan lebih
mudah diingat dan keluarga bisa mengingatkan jika klien lupa.
2) Diskusi
dengan klien, menanyakan pengetahuan klien tentang penyakitnya.
R/: mengetahui tingkat
pengetahuan da penurunan resiko menerima obat yang dikontraindikasikan (dari
tempat kebiasaanya berobat).
3) Tunjukkan
cara yang benar tentang cara pemberian obat seperti tetes mata / salep mata.
Izinkan klien mengulang tindakan.
R/: meningkatkan
keefektifan pengobatan. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menunjukkan
kompetensi dirinya.
4) Dorong
klien merubah pola hidup menjadi lebih sehat.
R/: pola hidup sehat
membuat hidup lebih tenang, jauh dari infeksi tambahan dan menurnkan respon
emosi.
5) Tekankan
periksa rutin
R/: penting untuk
mengawasi perkembangan penyakit dan kemajuan penyembuhan, memungkinkan
intervensi dini, dan mencegah kehilangan penglihatan lebih lanjut.
5. Diagnosa
: Resiko cedera b/d lapang pandang yang menurun
Tujuan
:
§ Jangka
panjang : setelah dilakukan perawatan selama 2x24 jam diharapkan tidak terjadi
cedera (kecacatan).
§ Jangka
pendek : klien tidak mengalami disorientasi.
Kriteria Hasil :
-
Dapat mengenali sumber-sumber bahaya
-
Pola hidup yang melindungi diri dari
cedera
-
Menyatakan pemahaman faktor yang terlibat
dalam kemungkinan cedera.
Intervensi
:
1) Beri
posisi yang nyaman bagi klien dan tidak berbahaya.
R/: memberikan kenyamanan
sekaligus menurunkan resiko cedera
2) Batasi
aktivitas pada area yang berbahaya dan area yang silau
R/: menekan resiko klien
terjatuh / cedera karena pandangan yang kabur
3) Observasi
tanda dan gejala disorientasi seperti kebingungan mengenali benda dan situasi.
R/: meningkatkan
kecemasan dan resiko cedera
4) Pertahankan
perlindungan mata sesuai indikasi dengan memakai kacamata katarak.
R/: digunakan untuk
mencegah dan melindungi dari cedera kecelakaan.
5) Kolaborasi
dalam pemberian obat.
R/: mempercepat penyembuhan dan
memastikan ketepatan terapi