Dafter isi

t;

Jumat, 22 Maret 2013

MAKALAH GERONTIK “PUSAT KEPERAWATAN LANSIA SEHARI-HARI”


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Ketika datang untuk menyediakan kebutuhan dan jumlah yang cukup dari orang tua atau kerabat perawatan lansia butuhkan, kita ingin memiliki yang terbaik untuk mereka. Setelah semua, itu adalah bentuk membayar mereka kembali untuk semua hal baik yang mereka telah lakukan untuk kita selama waktu ketika kita tidak bisa menyediakan kebutuhan kita sendiri.

Pada tahun 2008, ada sejumlah laporan tentang kasus yang melibatkan kematian orang tua kesepian di ibukota Tanah Down Under. Kebanyakan orang percaya bahwa itu adalah pemerintah yang harus disalahkan atas kasus ini. Sebuah jumlah yang baik dari orang tua yang termasuk dalam kelas pekerja telah berakhir hidup sendirian dan menangkis untuk diri mereka sendiri.
Ini adalah fakta bahwa negara itu juga telah menetapkan sendiri pilihan yang tersedia bagi penduduk yang lebih tua untuk memilih dari tentang bagaimana mereka ingin menghabiskan tahun-tahun mereka setelah pensiun. Meskipun sebagian besar dari apa yang kita lihat di TV dan media yang sama adalah orang-orang yang akhirnya menikmati buah dari kerja keras mereka dalam beberapa surga pulau yang indah, ada bagian besar dari populasi lansia yang masih mencari pilihan yang kurang mahal ketika datang ke tahun-tahun terakhir kehidupan mereka.
Sebenarnya ada fasilitas berusia seluruh wilayah yang tersedia untuk menyediakan layanan kepada orang tua di negara bagian. Mereka datang dengan pekerja yang sangat terlatih yang dapat membantu orang tua dengan kebutuhan dasar mereka sehari-hari.
Namun, penting bagi mereka memilih layanan perawatan lansia. Panti jompo yang berlimpah, tetapi terserah kepada individu untuk memutuskan apakah ini adalah apa yang mereka ingin memiliki.
Selain keuntungan berbasis penyedia layanan perawatan lansia, ada organisasi yang sepenuhnya bekerja tanpa tujuan membuat keuntungan. Ini didukung oleh sumbangan serta kegiatan penggalangan dana yang dilakukan oleh para relawan sendiri. Meskipun sumber dana yang terbatas untuk beberapa dari mereka, mereka masih mampu menyediakan kebutuhan paling dasar dari orang tua mereka merawat.
Pilihan lain yang tua berakhir adalah mampu hidup dengan anggota keluarga. Hal ini dapat menjadi anak seseorang, kerabat dekat atau bahkan teman baik. Tidak ada hukum mengenai hal ini, tapi itu semua hanya sampai ke kerabat dan teman-teman yang bersedia untuk memiliki orang tua di rumah mereka.
Memiliki pengasuh juga mungkin. Apakah orang yang hidup di rumah dengan orang tua atau tidak, itu adalah besar membantu untuk memiliki seseorang untuk berbicara bahkan hanya dengan serta menjadi bantuan besar ketika mengambil obat-obatan dan makan.
Orang tidak harus melalui penuaan dengan cara yang menyedihkan. Para perawatan lansia ditawarkan memberikan siapa saja yang ingin menghabiskan beberapa tahun terakhir untuk usia anggun dan bahagia.

B.     Rumusan masalah
1.      apa saja klasifikasi lansia?
2.      apa saja karakteristik lansia?
3.      Apa saja macam-macam tipe lansia?
4.      bagaimana pembinaan kesehatan lansia?
5.      apa saja hal-hal yang perlu diperhatikan lansia?
6.      apa saja tugas perkembangan lansia?
7.      apa saja peran Anggota Keluarga terhadap Lansia?
8.      apa  saja peran Keluarga dalam Perawatan Lansia?




BAB II
PEMBAHASAN
       I.            Landasan Teori
A.    Klasifikasi lansia
Klasifikasi berikut ini adalah lima klasifiaksi pada lansia
1.      Pralansia (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun
2.      Lansia
Seseorang yang berusia antara 60 tahun atau lebih.
3.      Lansia resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan. (Depkes RI, 2003)
4.      Lansia potensial
Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003)
5.      Lansia tidak potensial
Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003)

B.     Karakteristik lansia
Menurut Budi Anna Keliat (1999), lansia memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.            Berusia lebih dari 60 tahun (sesuai dengan pasal 1 ayat (2) UU No 13 tentang kesehatan).
2.            Kebutuhan dan masalah yang bervariasi dari rentang sehat sampai sakit, dari kebutuhan biopsikososial sampai spiritual, serta dari kondisi adaptif hingga kondisi maladatif.
3.            Lingkungan tempat tinggal yang bervarisai.


C.     Tipe Lansia
Beberapa tipe pada lansia tergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, sosial dan ekonominya (Nugroho, 2000).
Tipe tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut:  
1.      Tipe arif dan bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memenuhi undangan dan menjadi panutan.
2.      Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan teman dan memenuhi undangan.
3.      Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik dan banyak menuntut,
4.      Tipe pasrah
Menerima dan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama dan melakukan kegiatan apa saja.
5.      Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif dan acuh tak acuh.

Tipe lain dari lansia adalah tipe optimis, tipe konstruktif, tipe dependen (kebergantungan), tipe defensif (bertahan), tipe militan dan serius, tipe pemarah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu), serta tipe putus asa (benci pada diri sendiri).
Sedangkan bila dilhat dari tingkat kemandiriannya yang dinilai berdasarkan kemampuan utuk melakukan aktifitas sehari-hari (indeks kemandirian Katz), para lansia dapat digolongkan menjadi beberapa tipe, yaitu lansia mandiri sepenuhnya, lansia mandiri dengan bantuan langsung keluarganya, lansia mandiri dengan bantuan secara tidak langsung, lansia dengan bantuan badan sosial. Lansia di panti wreda, lansia yang dirawat di rumah sakit dan lansia dengan gangguan mental.  



D.    Pembinaan kesehatan lansia
Tujuan pembinaan kesehatan lansia meningkatkan derajat kesehatan dan mutu kehidupan untuk mencapai masa tua yang bahagia dan berguna dalam kehidupan keluarga dan masyarakat sesuai dengan eksistensinya dalam masyarakat (Depkes RI, 2003).
Sasaran
1.      Sasaran langsung
·         Kelompok pralansia (45-59 tahun)
·         Kelompok lansia (60 tahun ke atas)
·         Kelompok lansia dengan risiko tinggi (70 tahun ke atas)
2.      Sasaran tidak langsung
·         Keluarga dimana usia lanjut berada.
·         Organisasi sosial yang bergerak dalam pembinaan usia lanjut.
·         Masyarakat.

Pedoman pelaksanaan
1.      Bagi petugas kesehatan
·         Upaya promotif yaitu upaya untuk menggairahkan semangat hidup para lansia agar merasa tetap dihargai dan berguna, baik bagi dirinya, keluarga maupun masyarakat.
·         Upaya preventif, yaitu upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi dari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan.
·         Upaya kuratif, yaitu upaya pengobatan yang penanggulangannya perlu melibatkan multidislipin ilmu kedokteran.
·         Upaya rehabilitatif, yaitu upaya untuk memulihkan fungsi tubuh yang telah menurun.
2.      Bagi lansia itu sendiri
Untuk kelompok pralansia, membutuhkan informasi sebagai berikut:
·         Adanya proses penuaan,
·         Pentingnya pemeriksaan kesehatan secara berkala
·         Pentingnya melakukan latihan kesegaran jasmani
·         Pentingnya melakukan diet dengan menu seimbang
·         Pentingnya melakukan kegiatan sosial di masyarakat

Untuk kelompok lansia, membutukan informasi sebagai berikut:
·      Pemeriksaan kesehatan secara berkala
·      Kegiatan olahraga
·      Pola makan dengan menu seimbang
·      Perlunya alat bantu sesuai dengan kebutuhan
·      Pengembangan kegemaran sesuai dengan kemampuannya

Untuk kelompok lansia dengan risiko tinggi, membutuhkan informasi sebagai berikut:
·         Pembinaan diri sendiri dalam hal pemenuhan kebutuhan pribadi dan melakukan aktifitas, baik didalam maupun di luar rumah
·         Pemeriksaan kesehatan berkala
·         Latihan kesehatan jasmani
·         Pemakaian alat bantu sesuai kebutuhan
·         Perawatan fisioterapi

3.      Bagi keluarga dan lingkungannya
·         Membantu mewujudkan peran serta kebahagiaan dan kesejahteraan lansia
·         Upaya pencegahan dimulai dalam rumah tangga
·         Membimbing dalam ketakwaan kepada Tuhan YME.
·         Melatih berkarya dan menyalurkan hobi
·         Menghargai dan kasih sayang terhada para lansia.

E.     Hal-hal yang perlu diperhatikan lansia
Berikut ini adalah hal-hal yang harus diperhatikan oleh lansia berkaitan dengan perilaku yang baik (adaptif) dan tidak baik (maladatif).

1.      Perilaku yang kurang baik
·         Kurang berserah diri
·         Pemarah, merasa tidak puas, murung dan putus asa
·         Sering menyendiri
·         Kurang melakukan aktifitas fisik/olah raga/kurang gerak
·         Makan tidak teratur dan kurang minum
·         Kebiasaan merokok dan meminum minuman keras
·         Minum obat penenang dan penghilang rasa sakit tanpa aturan
·         Melakukan kegiatan yang melebihi kemampuan
·         Mengangap kehidupan seks tidak diperlukan lagi
·         Tidak memeriksakan kesehatan secara teratur

2.      Perilaku yang baik
·         Mendekatkan diri pada Tuhan YME
·         Mau menerima keadaan, sabar dan optimis serta meningkatkan rasa percaya diri dengan melakukan kegiatan yang sesuai dengan kemampuan
·         Menjalin hubungan yang baik dengan keluarga dan masyarakat
·         Melakukan olah raga ringan setiap hari
·         Makan dengan porsi sedikit tapi sering, memilih makanan yang sesuai serta banyak minum
·         Berhenti merokok dan meminum minuman keras
·         Minumlah obat sesuai anjuran dokter/petugas kesehatan
·         Mengembangkan hobi sesuai kemampuan
·         Tetap bergairah dan memelihara kehidupan seks
·         Memeriksakan kesehatan secara teratur

3.      Manfaat perilaku yang baik
·         Lebih takwa dan tenang
·         Tetap ceria dan banyak mengisi waktu luang
·         Keberadaannya tetap diakui oleh keluarga dan masyarakat
·         Kesegaran dan kebugaran tubuh tetap terpelihara
·         Terhindar dari kegemukan dan kekurusan serta penyakit berbahaya seperti jantung, paru-paru, diabetes, kanker dan lain-lain
·         Mencegah keracunan obat dan efek samping lainnya
·         Mengurangi stress dan kecemasan
·         Hubungan harmonis tetap terpelihara
·         Gangguan kesehatan dapat diketahui dan diatasi sedini mungkin

F.      Tugas perkembangan lansia
Menurut Erickson, kesiapan untuk beradaptasi atau menyesuaikan diri terhadap tugas perkembangan usia lanjut dipengaruhi oleh proses tumbuh kembang pada tahap selanjutnya.  
Apabila seseorang pada tahap tumbuh kembang sebelumnya melakukan kegiatan sehari-hari dengan teratur yang baik serta membina hubungan yang serasi dengan orang-orang disekitarnya, maka pada usia lanjut ia akan tetap melakukan kegiatan yang biasa ia lakukan pada tahap perkembangan sebelumnya seperti olah raga, mengembangkan hobi bercocok tanam dan lain-lain.
Adapun tugas perkembangan lansia adalah sebagai berikut:
1.      Mempersiapkan diri untuk kondisi yang menurun
2.      Mempersiapkan diri untuk pension
3.      Membentuk hubungan baik dengan orang seusianya
4.      Mempersiapkan kehidupan baru
5.      Melakukan penyesuaian terhadap kehidupan sosial/masyarakat secara santai
6.      Mempersiapkan diri untuk kematiannya dan kematian pasangan.




G.    Peran Anggota Keluarga terhadap Lansia
Dalam melakukan perawatan terhadap lansia, setiap anggota keluarga memiliki peranan yang sangat penting. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga dalam melaksanakan perannya terhadap lansia, yaitu:
·         Melakukan pembicaraan terarah
·         Mempertahankan kehangatan keluarga
·         Membantu melakukan persiapan makanan bagi lansia
·         Membantu dalam hal transportasi
·         Membantu memenuhi sumber-sumber keuangan
·         Memberikan kasih sayang
·         Menghormati dan menghargai
·         Bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku lansia
·         Memberikan kasih saying, menyediakan waktu serta perhatian
·         Jangan menganggapnya sebagai beban
·         Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama
·         Mintalah nasehatnya dalam peristiwa-peristiwa penting
·         Mengajaknya pada acara-acara keluarga
·         Membantu mencukupi kebutuhannya
·         Memberi dorongan untuk tetap mengikuti kegiatan-kegiatan diluar rumah termasuk pengembangan hobi
·         Membantu mengatur keuangan
·         Mengupayakan sarana transportasi untuk kegiatan mereka termasuk rekreasi
·         Memeriksakan kesehatan secara teratur
·         Memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat
·         Mencegah terjadinya kecelakaan, baik di dalam maupun di luar rumah.
·         Pemeliharaan kesehatan usia lanjut adalah tanggung jawab bersama
·         Memberi perhatian yang baik terhadap orang tua yang sudah lanjut, maka anak-anak kita kelak akan bersikap yang sama

H.    Peran Keluarga dalam Perawatan Lansia
Keluarga merupakan support system utama bagi lansia dalam mempertahankan kesehatannya. Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain menjaga atau merawat lansia, mempertahankan dan meningkatkan status mental, mengantisipasi perubahan sosial ekonomi serta memberikan motivasi dan menfasilatsi kebutuhan spiritual bagi lansia.
    II.            Landasan Hukum
1.      UUD 1945, pasal 27 ayat 2 dan pasal 34UU No.9 tahun 1960, tentang pokok-pokok Kesehatan
2.      UUD 1945, pasal 27 ayat 2 dan pasal 34
3.      UU No.9 tahun 1960, tentang pokok-pokok Kesehatan
4.      Bab I Pasal 1 ayat 1UU No 4 tahun 1965, tentang pemberian Bantuan penghidupan orang tua
5.      No.5 tahun 1974, tentang pokok-pokok pemerintah di daerah
6.      UU No.6 tahun 1974, tentang ketentuan-ketentuan pokok Kesejahteraan Sosial Keputusan Presiden RI
7.      No.44 tahun 1974Program PBB tentang lansia, anjuran kongres International WINA tahun 1983
8.      GBHN 1983/Pelita IV
9.      Keputusan  Menteri Sosial RI No 44 tahun 1974, tentang organisasi dan  tata kerja Departemen Sosial Propinsi
10.  UU  No 10 tahun 1992, tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga sejahtera.
11.  UU No.11 tahun 1992 tentang dana pension
12.  UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan
13.  Ketetapan  MPR Keputusan Menteri Sosial RI  No. 27 tahun 1995 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Sosial Propinsi Delapan jalur pemerataan dan pelayanan  kesehatan Hari Lanjut Usia Nasional yang di canangkan oleh Bapak Presiden tanggal 29 Mei 1996 di Semarang
14.  Undang Undang Kesejahteraan No. 13 tahun 1998, tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
15.  Lanjut Usia Internasional tahun 1999 Sasaran WHO tahun 2000.























BAB III
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Lansia
Lansia merupakan kelompok penduduk yang berusia 60 tahun ke atas. (Hardywinoto dan setiabudhi; 1999).
Pada lansia akan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya secara perlahan-lahansehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaiki setiap kerusakan yang terjadi. (Constantinides ;1994)    
B.     Tujuan Pelayanan Kesehatan Pada Lansia
Pelayanan pada umumnya selalu memberikan arah dalam memudahkan petugas kesehatan dalam memberikan pelayanan sosial, kesehatan, dan perawatan lanjut usia serta meningkatkan mutu pelayanan bagi lansia.
Fungsi pelayanan dapat berupa pusat pelayanan sosial lanjut usia, pusat informasi pelayanan sosial lanjut usia, pusat pengembangan pelayanan sosial lansia dan pusat pemberdayaan lansia.
1.      Pendekatan Perawatan Lanjut Usia
a.       Pendekatan Fisik
Perawatan pada lansia juga dapat dilakukan dengan pendekatan fisik melalui perhatian terhadap kesehatan, kebutuhan, kejadianyang dialami klien lanjut usia semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakitnya yang dapat dicegah atau progresivitasnya. Perawatan fisik umum bagi klien lanjut usia dapat dibagi atas dua bagian, yaitu:
·         Klien lanjut usia yang masih aktif dan memiliki keadaan fisik yang masih mampu bergerak tanpa bantuan orang lain sehingga dalam kebutuhannya sehari-hari ia masih mampu melakukannya sendiri.
·         Klien lanjut usia yang pasif atau tidak dapat bangun, keadaan fisiknya mengalami kelumpuhan atau sakit. Perawat  harus mengetahui dasar perawatan klien lanjut usia ini, terutama tentang hal yang terhubung dengan kebersihan perseorangan untuk mempertahankan kesehatannya.
b.      Pendekatan Psikis
Perawat mempunyai peranan penting untuk mengadakan pendekatan edukatif pada klien lanjut usia. Perawat dapat berperan sebagai pendukung dan interpreter terhadap segala sesuatu yang asing, penampung rahasia pribadi dan sahabat yang akrab.
Perawat hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberi kesempatan dan waktu yang cukup banyak untuk menerima berbagai bdentuk keluhan agar lanjut usia merasa puas. Perawat harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service.
Bila ingin mengubah tingkah laku dan pandangan mereka terhadap kesehatan, perawat bisa melakukannya secara perlahan dan bertahap. Perawat ahrus mendukung mental mereka kearah pemuasan pribadi sehingga seluruh pengalaman yang dilaluinya tidak menambah beban. Bila perlu, usahakan agar mereka merasa puas dan bahagia di masa lanjut usianya.
c.       Pendekatan Sosial
Berdiskusi serta bertukar pikiran dan cerita merupakan salah satu upaya perawat dalam melakukan pendekatan sosial. Memberi kesempatan untuk berkumpul bersama sesame klien lanjut usia berarti menciptakan sosialisasi mereka. Jadi, pendekatan sosial ini merupakan pegangan bagi perawat bahwa orang yang dihadapinya adalah makhluk sosial yang membutuhkan orang lain. Dalam pelaksanaannya, perawat dapat menciptakan hubungan sosial, baik antara lanjut usia maupun lanjut usia dengan perawat.
Perawat memberi kesempatan seluas-luasnya kepada lanjut usia untuk mengadakan komunikasi, melakukan rekreasi. Lansia prlu dirangsang untuk membaca surat kabar dan majalah.
Dengan demikian, perawat tetap mempunyai hubungan komunikasi, baik dengan sesama mereka maupun petugas yang secara lansung berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial bagi lanjut usia, termasuk asuhan keperawatan lansia dipanti sosial tresna wherda.
2.      Tempat Yang Dapat Dijadikan Sebagai Aspek Pelayanan Bagi Lansia
a.       Pelayanan Sosial di Keluarga Sendiri
Home care service merupakan bentuk pelayanan sosial bagi lanjut usia yangdlakukan di rumah sendiri atau dalam lingkungan keluarga lanjut usia. Tujuan pelayanan yang diberikan adalah membantu keluarga dalam mengatasi dan memecahkan masalah lansia sekaligus memberikan kesempatan kepada lansia untuk tetap tinggal di lingkungan keluarganya.
Pelayanan ini dapat diberikan oleh:
·         Perseorangan : perawat, pemberi asuhan
·          Keluarga
·         Kelompok
·         Lembaga / organisasi social
·         Dunia usaha dan pemerintah
Jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa bantuan makanan, bantuan melakukan aktivitas sehari-hari, bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan, penyuluhan gizi. Pelayanan diberikan secara kontinu setiap hari, minggu, bulan dan selama lansia atau keluarganya membutuhkan.

b.      Foster Care Service
Pelayanan sosial lansia melalui keluarga pengganti adalah pelayanan sosial yang diberikan kepada lansia di luar keluarga sendiri dan di luar lembaga. Lansia tinggal bersama keluarga lain karena keluarganya tidak dapat memberi pelayanan yang dibutuhkannya atau berada dalm kondisi terlantar.
Tujuan pelayanan ini adalah membantu memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang dihadapi lansia dan keluarganya. Sasaran pelayanannya adalah lansia terlantar, tidak dapat dilayani oleh keluarganya sendiri.
Jenis-jenis pelayanan yang diberikan dapat berupa
·         Bantuan makanan, misalnya menyiapkan dan member makanan
·         Peningkatan gizi
·         Bantuan aktivitas
·         Bantuan kebersihan dan perawatan kesehatan
·         Pendampingan rekreasi
·         Olah raga,dsb

c.       Pusat Santunan Keluarga (pusaka)
Pelayanan kepada warga lansia ini diberikan di tempat yang tidak jauh daritempat tinggal lansia. Tujuan pelayanan ini adalah membantu keluarga/lanjut usia dalam mengatasi permasalahan, memenuhi kebutuhan, memecahkan masalah lansia sekaligus member kesempatan kepada lansia untuk tetap tinggal di lingkungan keluarga.
Sasaran pelayanan adalah lansia yang tinggal/berada dalam lingkungan keluarga sendiri atau keluarga pengganti. Lansia masih sehat, mandiri tetapi mengalami keterbatasan ekonomi.
d.      Panti Sosial Tresna Wherda
Institusi yang member pelayanan dan perawatan jasmani, rohani, sosial dan perlindungan untuk memenuhi kebutuhan lansia agar dapat memiliki kehidupan secara wajar.
Pelayanan yang diberikan dalam bentuk kegiatan, antara lain:
·         Kegiatan rutin
ü  Pemenuhan makan 3x/hari
ü  Senam lansia (senam pernafasan, senam jantung, senam gerak latih otak dsb)
ü  Bimbingan rohani/keagamaan sesuai dengan agama
ü  Kerajinan tangan (menjahit, menyulam, merenda)
ü  Menyalurkan hobi (bermain angklung, menyanyi, karaoke, berkebun)
·         Kegiatan waktu luang
ü  Bermain (catur, pingpong)
ü  Berpantun/baca puisi
ü  Menonton film
ü  Membaca Koran

3.      Prinsip Pelayanan
Dalam memberi asuhan keperawatan pada lansia, dilaksanakan dengan memperhatikan bebrapa prinsip:
a.       Tidak memberi stigma, pada dasarnya proses menua disertai masalah seperti kesepian, berkurang pendengaran, kurangnya penglihatan dan lemah fisik. Hal tersebut merupakan proses alamiah.
b.      Tidak mengucilkan
c.       Tidak membesar-besarkan masalah
d.      Pelayanan yang bermutu
e.       Pelayanan yang cepat dan tepat
f.       Pelayanan secara komprehensif
g.      Menghindari sikap belas kasihan
h.      Pelayanan yang efektif dan efesien
i.        Pelayanan yang akuntabel

C.     Pemeliharaan dan Pelayanan
Pelayanan lansia (termasuk pelayanan kesehatan dan perawatan) mempunyai tujuan kesejahteraan dan kemampuan lansia. Oleh karena itu, pelayanan keperawatan harus diberikan kepada lansia, baik dalam dalam keadaan sehat maupun sakit dengan membantu mempertahankan dan memberi semangat hidup mereka.
Sasaran upaya pelayanan kesehatan dan kesejahteraan lansia adalah:
1.      Lansung
a.       lanjut usia aktif
o   komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai gizi, kesehatan dll
b.      mempertahankan kesehatan agar tetap mandiri
o   lanjut usia pasif (pelayanan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative, asuhan keperawatan.
2.      Tidak lansung
a.       keluarga lansia, masyarakat di lingkungan lansia, organisasi sosial masyarakat
b.      pemeliharaan kesehatan masyarakat di PSTW pada umumnya dilaksanakan oleh petugas kesehatan puskesmas secara berkala
c.       keperawatan lansia yang sakit, lansia yang mengalami sakit yang cukup serius dan perlu dirawat secra intensif, dirujuk ke rumah sakit yang lebih bagus.
Lansia yang sehat secara fungsional masih bisa mandiri dan tidak tergantung pada orang lain. Aktivitas sehari-hari maish penuh dan mampu merawat diri sendiri. Asuhan keperawatan yang diperlukan adalah pencegahan primer yang mengutamakan peningkatan derajat kesehatan dan pencegahan penyakit.

D.    Permasalahan
Penuaan adalah konsekuensi yang tidak dapat dihindarkan jika seseorang mengharapkan umur panjang. Penuaan merupakan bagian dari siklus hidup manusia sebelum akhirnya meninggal dunia. Penuaan didefinisikan sebagai menurunnya fungsi tubuh manusia untuk melakukan perbaikan akibat kerusakan yang terjadi. Penuaan bukanlah merupakan suatu penyakit akan tetapi merupakan suatu kondisi fisiologis, penurunan kondisi tubuh tersebut sering menjadi penyebab rentannya lansia untuk terserang penyakit.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan populasi penduduk terbesar di dunia, dan diprediksi akan menjadi negara yang perpenduduk lansia terbesar ke empat di dunia setelah Cina, Amerika Serikat, dan India. Jika melihat pada kondisi tersebut sudah dipastikan bahwa masalah aktual yang akan dihadapi negara kita adalah masalah lanjut usia (lansia). Seperti halnya negara-negara maju sekarang ini telah mengalaminya. Hanya saja mereka lebih siap mengatasi masalah lansia karena asuransi sosial untuk kesehatan, hari tua, dan pensiun telah berkembang secara menyeluruh.
Berbagai program telah diupayakan oleh Kementerian Sosial untuk menangani permasalahan lansia di Indonesia. Mulai dari pelayanan berbasis Panti Werdha bagi lansia terlantar, Program Day Care bagi lansia yang masih memiliki anggota keluarga dan rumah sendiri akan tetapi membutuhkan kesibukan dan aktifitas bersama dengan lansia lainnya disiang hari, Program Home Care untuk memberikan perawatan sosial bagi lansia di rumahnya sendiri, dan yang paling terakhir adalah dikembangkannya program Jaminan Sosial Lanjut Usia (JSLU). Namun program diatas belum secara luas mengatasi permasalah lansia karena keterbatasan jangkauan dan besarnya jumlah lanjut usia ada dengan berbagai permasalahan yang kompleks.
Panti werdha dalam bahasa inggris sering di identikkan dengan Social Residencial atau Elderly Hostels, Nursing Home, dan Hospice. ketiga istilah tersebut diatas jika diartikan dalam bahasa indonesia berarti Panti Werdha. Pada kenyataannya ketiga istilah diatas memiliki batasan yang berbeda. Panti Werdha yang dilaksanakan di Indonesia lebih identik dengan Social Residencial atau Elderly Hostels, yaitu pelayanan untuk mengatasi permasalahan sosial lansia dalam hal perumahan atau tempat tinggal dan makan. Pelayanan ditujukan kepada lansia terlantar baik karena kemiskinan maupun keterlantaran. Lansia yang tinggal di fasilitas ini bisa kebanyakan lansia dengan tingkat kemampuan fungsional (kemampuan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari) mandiri atau dalam istilah kita adalah lansia yang masih potensial.
Sementara Nursing Home jika diartikan dalam bahasa Indonesia juga berarti Panti Werdha namun memiliki fokus yang berbeda. Nursing Home adalah fasilitas pelayanan yang ditujukan kepada lansia yang mengalami tingkat kemampuan fungsional partial care (membutuhkan bantuan sebagian dari orang lain untuk memenuhii kebutuhan sehari-hari) maupun total care (membutuhkan bantuan orang lain untuk semua kebutuhan sehari-hari) atau bedridden (kondisi fisik yang hanya mampu berbaring di tempat tidur). Kondisi ini jika dirawat di RS membutuhkan cost yang tinggi sedangkan jika dirawat dalam keluarga sendiri sangat memberatkan anggota keluarga maupun care giver lainnya.
Hospice juga bisa diartikan sebagai Panti Werdha, akan tetapi lebih spesifik diperuntukkan bagi lansia yang membutuhkan Paliative Care (perawatan paliatif) akibat kondisi terminal ilnes (penyakit yang tidak dapat disembuhkan) atau kondisi menjelang kematian. Kondisi penyakit terminal dan menjelang kematian memerlukan perawatan khusus dan intensif. Prinsip penghargaan terhadap kualitas hidup perlu diberikan agar lansia dalam menghadapi kematian dalam kondisi terbebas dari nyeri/kesakitan atau dapat meninggal dengan damai dan bermartabat.
Dewasa ini karakteristik lansia yang membutuhkan pelayanan maupun yang telah dirawat dalam Panti Werdha telah berubah. Kebutuhan pelayanan tidak hanya sekedar pada pemenuhan kebutuhan tempat tinggal (residencial) dan makan saja akan tetapi lebih dari itu kebutuhan fisik dan psikososial sangat perlu untuk diperhatikan. Penurunan kemampuan fisiologi tubuh lansia akibat degenerasi menyebabkan lansia rentan untuk terserang penyakit bahkan karena proses degenerasi yang terjadi mengantarkan lansia pada tahap kehidupan akhir yaitu menjelang kematian. Pada kedua kondisi diatas tidak cukup pelayanan hanya difokuskan pada residensialnya saja, akan tetapi lebih dari itu adalah bagaimana pelayanan perawatannya yang bersifat paliatif, jangka panjang, dan holistik.
Persyaratan surat keterangan berbadan sehat untuk masuk kepanti penulis anggap tidak relevan lagi. Jika sehat didefinisikan sebagai kondisi sejahtera baik fisik, mental, sosial dan spiritual serta terhidar dari penyakit dan kelemahan, maka penulis katakan tidak ada lansia (apalagi yang sudah berusia sangat lanjut)yang bisa dikatakan sehat. Tentu kita tahu sangat sedikit lansia yang terbebas dari keluhan rematik. Proses degenarasi menyebabkan penurunan penglihatan, penurunan koordinasi, penurunan rentang gerak, penurunan kekuatan fisik, dll. Semua itu merupakan kelemahan, dengan kata lain kondisi tidak sehat.
Persyaratan lainnya untuk diterima masuk ke Panti Werdha adalah miskin dan terlantar perlu direvisi. Seleksi calon klien yang didasarkan pada kriteria kemiskinan saja adalah sebuah hal yang diskriminatif. Karena proses penuaan tidak hanya terjadi pada orang miskin saja akan tetapi juga terjadi pada orang dengan berbagai tingkatan ekonomi. Mereka memiliki masalah yang relatif sama yaitu masalah fisik (penyakit, kecacatan, kelemahan), psikis (kesepian, terisolasi, kurang perhatian, depresi, harga diri rendah), sosial (terlantar, perlakuan salah, korban penipuan), bahkan masalah spiritual (distres spiritual, takut kematian, penolakan terhadap kehendak tuhan). Penuaan tidak hanya hanya menyangkut masalah kemiskinan, akan tetapi melibatkan banyak aspek.
Kondisi terlantar pun tidak bisa didefinisikan parsial sebagai kemiskinan yang tidak mempunyai tempat tinggal dan sanak keluarga saja dalam artian keterlantaran sosial atau ekonomi. Lebih dari itu keterlantaranpun bisa terjadi secara psikis dan fisik. Tengok saja lansia di kota-kota maupun di beberapa daerah lainnya, walaupun bergelimang dengan harta, hidup dalam rumah mewah, atau memiliki banyak sanak keluarga, akan tetapi secara psikis ia merasa terlantar karena kurangnya perhatian yang diberikan oleh anggota keluarga lainnya akibat kesibukan masing-masing. Bahkan secara fisik banyak yang terlantar karena tidak ada sanak keluarga yang bisa fokus memberikan bantuan akibat ketidaktahuan dan ketidakmampuan atau mungkin karena tidak adanya waktu luang anggota keluarga untuk memberikan bantuan.
Sering sekali Panti Werdha ‘menolak’ (membatasi untuk masuk) lansia dengan kondisi tersebut diatas karena dianggap memiliki kelemahan fisik, tingkat ketergantungan yang tinggi, kecacatan, maupun penyakit yang sulit disembuhkan. Begitupun lansia terlantar secara psikis dan fisik pun sering mengalami penolakan karena dianggap masih memiliki sanak keluarga dan masih memiliki kemampuan ekonomi yang baik. Padahal sebenarnya lansia seperti inilah yang “sangat” membutuhkan panti werdha.
Kalau kita mau cermati, tidak ada anggota keluarga yang mau memasukkan lansianya ke panti jika keluarga tersebut masih sanggup untuk memberikan pelayanan dan perawatan sendiri. juga tidak ada lasia yang mau masuk ke panti kalau kondisi fisiknya masih kuat atau masih ada anggota keluarga yang sanggup memberikan perawatan. Lansia dan keluarganya baru mau untuk masuk panti kalau kondisi lansia sudah sangat menurun dan anggota keluarga tidak ada yang mempu memberikan perawatan. Dalam kondisi seperti ini tidak peduli tingkat kemampuan ekonominya pasti yang dibutuhkannya adalah Panti Werdha, bahkan keluarga dengan tingkat ekomomi menengah keatas bersedia membayar berapapun besarnya biaya asalakan orang tuanya mendapat perawataan maksimal. Sehingga jika dipersyaratakan lansia sehat saja atau lansia yang miskin terlantar saja untuk masuk ke panti maka lansia dalam kondisi lemah, sakit, dan cacat tentulah ditolak oleh pihak panti. Lalu kalau mereka ditolak, Kemana mereka memperoleh pelayanan? siapa lagi yang mau dilayani? Apakah hanya lansia dengan kondisi fisiknya sehat dan bugar saja? Bagaimana kalau mereka sementara tinggal dipanti lalu jatuh sakit atau bahkan uzur dan sekarat, Mampukah dilayani dengan pelayanan residensial yang ada?
Kondisi masyarakat telah berubah, tidak lagi berkutak pada masalah kemiskinan, akan tetapi masalah baru dari dampak tingginya kesejahteraan (spesifiknya masalah penuaan), maka paradigma pelayanan Panti Werdha pun harus berubah. Konsep pelayanan beberapa tahun yang lampau sudah perlu untuk diupgrade sesuai tuntutan jamannya. Pelayanan perlu dikombinasikan antara residensial, nursing home, dan hospis (valiatif care). Jika pelayanan seperti itu dikombinasikan maka tidak akan ada penolakan pasien terlantar (sosial dan psikis) karena kondisi fisiknya yang buruk. Tidak akan ada lagi lansia yang dikembalikan ke keluarganya karena tidak sanggup dilayani di Panti dengan alasan keterbatasan kemampuan fasilitas dan tenaga, bahkan tidak perlu lagi merujuk ke Rumah Sakti lansia yang mengalami penyakit terminal atau yang sekarat akibat penuaannya karena hal tersebut membutuhkan biaya yang lebih tinggi. Pelayanan panti yang dikombinasi antara residensial, nursing home dan hospis menuntut ketersediaan fasilitas perawatan jangka panjang (long term care) di dalam Panti Werdha. fasilitas ini akan memberikan perawatan paripurna kepada lansia dengan tingkat ketergantungan total maupun sebagian dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari (activities of daily living).

E.     Pemecahan Masalah
Fasilitas perawatan jangka panjang menuntut sebuah komitmen yang kuat dari penyedia layanan karena membutuhkan biaya, fasilitas, dan tim yang lengkap. Dalam penempatan klien perlu diidentifikasi berdasarkan tingkat kemampuan fungsional. Bagi lansia dengan tingkat kemampuan fungsional mandiri dan partial care dapat dilayani dengan sistem residensial, sendangkan bagi lansia dengan tingkat kemamuan fungsional total care dan sebagian partial care akibat proses degenerasi maupun karena penyakit terminal dilayani di fasilitas perawatan jangka panjang. Oleh karenanya perlu disipkan ruangan dan fasilitas khusus. Dalam fasilitas perawatan jangka panjang melibatkan beberapa disiplin ilmu meliputi, dokter, perawat, pekerja sosial, nutrisionis, psikolog, fisioterapis, dan rohaniawan yang bekerja secara tim berdasarkan peran dan fungsi masing-masing untuk memenuhuni kebutuhan lansia secara holistik.
Fasilitas perawatan jangka panjang ini sangat perlu menjadi bagian pelayanan panti werdha. barbagai permasalahan lansia akan dapat teratasi terutama akibat kelemahan fisik akibat proses degenerasi atau penuaan, dan memberikan penghargaan yang tinggi terhadap lansia di akhir hayatnya.




















BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Pada umunya setiap lansia sangat membututuhkan dan menginginkan perhatian dan kasih sayang dari piha-pihak yang berada disekitarnya.Lansia juga mempunyai hak dalam menentukan dimana ia ingin menghabiskan masa tuanya, baik di lingkungan keluarga maupun lingkungan sosial masyarakat tanpa paksaan dari pihak manapun.Perawat mempunyai tanggung jawab yang  besar dalam memberi motivasi kepada lansia dalam menjalani hari-hari tuanya dan ikut membantu dalam pemenuhan kebutuhan lansia.Perawat harus memberikan pelayanan yang terbaik bagi lansia, dan memiliki sifat yang sabar dan telaten dalam menghadapi lansia













DAFTAR PUSTAKA

1.      Hasting, Diana.1995.Perawatan di Rumah.Jakarta: Arcan
2.      Hastings, Diana.2005.Pedoman Keperawatan di Rumah.Jakarta: EGC
3.      Stanley, Mickey.2006.Buku Ajar Keperawatan Gerontik.Jakarta:EGC
4.      Watson, Roger.2003.Perawatan pada lansia.Jakarta:EGC
5.      Nugroho, Wahyudi.2000.Keperawatan gerontik.Jakarta:EGC
6.      L.Stockslager, Jaime.2007.Asuhan keperawatan geriatric.Jakarta:EGC
7.    Noorkasani, S Tamher.2009.Kesehatan usia lanjut dengan pendekatan askep.Jakarta:Salemba Medika
8.      Maryam, R.Siti.2008.Mengenal usia lanjut dan perawatannya.Jakarta:Salemba Medika
9.      Zang, Mara Sherly.2003.Manual Perawatan di rumah.Jakarta:EGC



Tidak ada komentar:

Posting Komentar